Sengketa tanah dengan Sultan, warga Yogya cari keadilan ke Jokowi
Sengketa tanah dengan Sultan, warga Yogya cari keadilan ke Jokowi. Mereka akan mengadu ke DPR, Presiden Jokowi dan kantor agraria.
Sejumlah warga Yogyakarta terdampak sengketa agraria akibat adanya Sultan dan Pakualam Ground, berangkat mencari keadilan ke Ibu Kota, sore ini Jumat (23/9). Mereka akan meminta pemerintah pusat mengembalikan hak konstitusional setiap warga negara atas kepemilikan tanah.
"Sore ini kami ke Jakarta dengan menggunakan transportasi bus," ujar Watin, salah seorang terdampak penggusuran tanah di Parangtritis-Parangkusumo.
Watin menjelaskan, warga terdampak konflik agraria tersebut nantinya akan menemui sejumlah elemen pemerintah. Mereka secara bertahap akan mendatangi kantor DPR, Istana Kepresidenan dan kantor Agraria.
"Kami memilih hari agraria nasional yang jatuh pada Sabtu (23/9) untuk mengadukan konflik agraria yang terjadi di Yogyakarta," ujar Watin.
Di Jakarta nanti, jelas Watin, mereka akan membeberkan bagaimana Keraton Yogyakarta dan Pakualaman menggunakan Undang-undang Keistimewaan 2013, khususnya Pasal 32 dan 33 untuk melakukan klaim tanah kasultanan. Mereka menginginkan agar Undangan-undangan Pokok agraria 1960 diberlakukan sepenuhnya di DIY.
Selain itu, mereka juga akan menyuarakan tentang diskriminasi yang terjadi atas warga etnis Tionghoa di Yogyakarta yang dilarang memiliki sertifikat hak milik atas tanah. Warga etnis Tionghoa hanya diberi izin hak guna bangunan saja.
"Bahwa semestinya semua masalah pertanahan di Indonesia itu diselesaikan dengan Undang-undang Pokok Agraria 1960," ujar Watin.
Menanggapi hal tersebut, wakil ketua DPRD DIY Arif Noor Hartanto menuturkan pengelolaan tanah di DIY baik berpacu ke UUK 2012 maupun UUPA 1960 harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Sebab sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang dasar 1945 pasal 33 bahwa kekayaan bumi dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat.
"Pengelolaan tanah Kesultanan di dalam Undang-undang Keistimewaan (UUK) yang diatur bahwa pengelolaan dan pemanfaatan secara tegas ditulis untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apakah penggusuran tersebut merupakan bentuk menyejahterakan rakyat?" Ujar Arief Noor Hartanto.