Siapa yang Bayar Kerugian Negara Rp300 Triliun Akibat Korupsi Timah? Ini Jawaban Tegas Kejagung
Kerugian negara akibat korupsi timah ditaksir mencapai Rp300 Triliun
Kerugian negara akibat korupsi timah ditaksir mencapai Rp300 Triliun
- Jaksa Agung Ungkap Kerugian Negara Akibat Kasus Korupsi Timah, Nilainya Fantastis Tembus Rp300 Triliun
- Kejagung Periksa 6 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah Rugikan Negara Rp271 T
- Kejagung Koordinasi dengan BPK soal Kerugian Negara dari Korupsi Timah
- Ada 431 Kasus Korupsi Diusut Polisi di Tahun 2023, Kerugian Negara Capai Rp3,6 Triliun
Siapa yang Bayar Kerugian Negara Rp300 Triliun Akibat Korupsi Timah? Ini Jawaban Tegas Kejagung
Nilai fantastis dari hasil kerugian negara atas kasus dugaan korupsi tata niaga komoditi timah di wilayah IUP PT Timah periode 2015-2022 yang mencapai Rp 300 triliun, telah menjadi perhatian Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Lantaran nilai Rp300 triliun yang masuk dalam kerugian negara, akibat nilai kerusakan ekologis kedepan harus ditanggung negara.
"Siapa yang harus bayar ini? Ini yang menjadi polemik, apakah ini masuk menjadi kualifikasi Undang-undang Lingkungan atau Tipikor," kata Jampdisus Kejagung, Febrie Adriansyah, dikutip Kamis (30/5).
“Ternyata penyidik ketika melakukan ekspose di hadapan kami, itu kami lihat bahwa perbuatan ini dilakukan di dalam kawasan PT Timah. Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah," lanjut dia.
Kendati demikian, Febrie mengatakan setelah diselidiki ternyata PT Timah selama menjalankan bisnisnya tidak pernah berjalan mulus.
Karena perusahaan plat merah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kerap merugi.
"Apakah kita ikhlas apakah PT Timah ini akan membayar sebesar ini? Sedangkan PT Timah yang kita ketahui juga nggak pernah untung, rugi terus," ungkap Febrie.
Karena kondisi itulah, Febrie menjelaskan saat proses ekspose penyidik sepakat untuk membebankan kerugian negara yang ditimbulkan kepada seluruh pihak penerima dari keuntungan hasil korupsi timah dalam perkara tersebut.
"Jadi siapa yang makan uang timah ini? Akhirnya langkah penyidik, ini harus dibebani kepada mereka yang menikmati timah hasil mufakat jahat tadi. Nah itu kira-kira bagaimana kita meyakini oh ini harus memang dipenuhi," tegas dia.
Fokus Pemulihan Aset
Dengan kerugian yang sangat besar itulah, Kejagung saat ini juga sedang fokus melalui jeratan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memulihkan kerugian negara Rp300 triliun tersebut.
"Kewajiban bagi penyidik bagaimana ini bisa mengembalikan kerugian yang telah terjadi. Oleh karena itu ini ada korelasi dengan TPPU," ujar Febrie.
Menurutnya, penyidik saat ini masih memburu aset-aset yang dimiliki para tersangka.
Termasuk properti yang digunakan saat melakukan tindak pidana untuk nantinya disita oleh penyidik.
"Penyidik dalam mencarikan aset selain menggunakan tipikor untuk lihat hasil kejahtan ada di mana dan bisa ditarik. Apa alat yang digunakan seperti smelter disita. Ini bukan hasil kejahatan, ini sebagai alat yang digunakan untuk lakukan kejahatan," ungkapnya.
"Ini semua sedang dihimpun dan tim kita masih bekerja akan kita lakukan penyitaan dengan pintunya TPPU, dan ini segera akan kita gelar sebagaimana pak JA sampaikan mudah-mudahan ini akan maksimal melakukan pengamanan dalam penyitaan aset," tambah Febrie.
6 Tersangka Dijerat TPPU
Sementara itu untuk jeratan TPPU total telah ada enam tersangka, yakni, suami artis Sandra Dewi sekaligus perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin (RBT), Harvey Moeis; Manager PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim (HL);
Kemudian, Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa, Robert Indarto (RI); Sugito Gunawan (SG) selaku Komisari Stanindo Inti Perkasa (SIP); Pemilik manfaat atau beneficial ownership CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN), dan Dirut PT RBT Suparta.
Pengusutan TPPU ini dilakukan sebagai upaya untuk menelusuri aliran dana dari hasil kejahatan para tersangka. Dengan tujuan sebagai tindak lanjut mengembalikan kerugian negara.
“Yakinlah bahwa penyidik kejaksaan ini professional, bertindak dalam koridor ketentuan. Inj secara khusus memang saya minta ke ibu deputi ke teman-teman auditor untuk percepatan hasil perhitungan kerugian negara,” kata Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi pada Rabu (29/5).
Adapun perlu diketahui setelah hasil audit dari lembaga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap kasus tersebut, dari hasil awal Rp271 triliun menjadi Rp300,003 triliun
Sementara dalam kasus ini, total tersangka sudah ada 21 tersangka yang ditetapkan Kejagung. Mereka diduga saling bekerjasama dalam proses menjalankan bisnis timah ilegal, berikut namanya;