Situs PN Palembang yang diretas belum sembuh sampai hari ini
Peretasan itu disesalkan lantaran mengganggu aktivitas peradilan.
Putusan majelis hakim menolak gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Bumi Mekar Hijau sebesar Rp 7,9 triliun, dalam kasus kebakaran hutan dan lahan pada 30 Desember 2015 lalu, membikin banyak pihak kecewa. Alhasil, situs Internet Pengadilan Negeri Klas 1 Palembang diretas dan hingga hari ini belum pulih.
Situs beralamat di http://www.pn-palembang.go.id itu diretas pada Sabtu (2/1) pekan lalu. Pada saat itu, sang peretas menuliskan pesannya lantaran geram terhadap keputusan majelis hakim menolak gugatan pemerintah.
Pada awal peretasan, situs tersebut hanya berisi tulisan dan berlatar hitam. Sedangkan pada hari ini, saat dibuka, situs itu berlatar putih dan berisi tulisan 'site dalam perbaikan'. Hingga berita ini diturunkan, situs itu masih dibenahi.
Kepala Humas Pengadilan Negeri (PN) Klas 1 Palembang, Saiman, mengaku sangat menyesalkan peretasan situs resmi Pn Palembang. Peretasan dinilai menyulitkan masyarakat karena tidak bisa membaca putusan perkara.
"Kami sesalkan hacker meretas situs kami. Kami tidak tahu alasannya apa," kata Saiman saat dikonfirmasi, Senin (4/1).
Menurut Saiman, situs itu saat ini belum bisa dibuka karena dalam perbaikan. Padahal situs itu diperlukan masyarakat buat mengetahui setiap putusan perkara.
"Untuk keterbukaan informasi masyarakat menjadi tertutup. Kita juga tidak bisa membaca putusan, memonitor perkara, dan mengetahui pertimbangan majelis. Jelas ini merugikan banyak pihak," ujar Saiman.
Pada 30 Desember 2015, majelis hakim PN Klas I Palembang menolak keseluruhan gugatan perdata KLHK terhadap PT BMH, diduga merupakan anak perusahaan Sinar Mas, atas kasus kebakaran hutan dan lahan di Kecamatan Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. KLHK justru dibebankan membayar biaya perkara sebesar Rp 10.200.000.
Sidang diketuai Majelis Hakim Parlas Nababan, dengan anggota Eli Warti dan Kartidjo itu beralasan seluruh gugatan penggugat tidak dapat dibuktikan. Baik berupa kerugian dan kerusakan hayati. Mereka menyatakan, tergugat telah menyediakan sarana pemadam kebakaran dalam lingkungan perkebunan.
Majelis hakim juga menetapkan kebakaran lahan perkebunan bukan dilakukan tergugat, tetapi pihak ketiga, sehingga tidak bisa dikenakan sanksi hukum.
Dalam perkara ini, KLHK menggugat PT BMH sebesar Rp 7,9 triliun akibat terjadinya kebakaran hutan di areal perusahaan sawit itu pada 2014 lalu. Dalam gugatan itu, KLHK menilai perusahaan lalai dalam mengelola izin diberikan oleh pemerintah yang lokasinya sebesar 20 ribu hektar.
Dengan ditolaknya gugatan KLHK oleh majelis hakim, pihak kuasa hukum penggugat langsung menyatakan banding. Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim. Sebab apa yang digugat oleh kliennya merupakan bukti dan fakta di lapangan.