Soal reklamasi, DPR sebut kebijakan Menteri LHK buat citra pemerintahan Jokowi buruk
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memutuskan untuk menghentikan moratorium reklamasi pulau C dan D di Teluk Jakarta. Kebijakan dari kementerian yang dipimpin Siti Nurbaya itu pun menuai sorotan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memutuskan untuk menghentikan moratorium reklamasi pulau C dan D di Teluk Jakarta. Kebijakan dari kementerian yang dipimpin Siti Nurbaya itu pun menuai sorotan.
Kebijakan tersebut dinilai hanya menguntungkan kepentingan pengembang tertentu dan akan memperburuk citra pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Langkah Menteri Siti Nurbaya mencabut moratorium pulau C dan D sangat buruk bagi pemerintahan Jokowi. Apalagi pengembang pulau itu banyak melakukan pelanggaran selama moratorium berjalan," kata anggota DPR Komisi IV Firman Soebagyo, Senin (11/9).
Politikus Partai Golkar ini, kebijakan pemerintah yang parsial mengenai proyek reklamasi menunjukkan banyaknya kepentingan yang terlibat.
"Ada nuansa tebang pilih dalam keputusan soal pulau C dan D ini," katanya.
Pulau reklamasi C dan D dikembangkan oleh PT Kapuk Naga Indah (KNI). Perusahaan ini merupakan bagian dari Agung Sedayu Grup milik taipan Sugianto Kesuma (Aguan). Selama moratorium reklamasi ditetapkan pemerintah pada Mei 2016, aktivitas pembangunan pulau C dan D beserta proyek properti di atas pulau-pulau itu diketahui tetap berjalan.
Seperti diketahui, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mencabut moratorium atau sanksi administrasi terhadap pulau reklamasi C dan D. Hal ini karena PT Kapuk Naga Indah (KNI), telah memperbaiki persyaratan administrasi.
Siti mengatakan, dalam catatan KLHK, pengembang melanggar sebelas poin selama empat belas bulan. Untuk itu KLHK meminta pengembang memperbaikinya.
"Tahun 2016 itu ada 11 poin dan sebelasnya sekarang mereka sudah selesaikan jadi misalnya kita minta ubah amdal mereka sudah ubah," katanya di Kemenko Maritim, Rabu (6/9) lalu.
Terkait pengelolaan pasir urug, Siti menjelaskan, KNI sudah memperbaiki dan telah memberikan data rinci tentang sumber pasir urug. Selain itu, mereka juga telah memperbaiki saluran yang harus dilebarkan.
"Dia juga harus merapikan, melakukan pengerukan karena terjadi pendangkalan itu untuk kepentingan salur pelayaran mereka juga sudah lakukan. Kemudian harus rapikan pulau itu dengan beton, itu dia sudah lakukan dengan rapi," ungkapnya.
"Kemudian izin lain misalnya dia harus teliti lagi bagaimana sistematika kerja dengan kontraktor dan lain sebagainya, truk bolak balik lewat dan berapa material yang dibawa. Itu hal-hal administratif itu sudah kita minta dan mereka lakukan kemudian upaya lain yang harus terkait sudah mereka lakukan," sambung Siti.
Terkait pencabutan sanksi administrasi dari pengembang Pulau C dan D segera dibuat surat keputusannya. Paling lambat minggu ini SK sudah dikeluarkan.
Sambil menunggu sanksi administratif ini dicabut, Siti meminta Pemprov DKI untuk lebih ketat lagi mengawasi, terutama tentang kualitas air laut.
Pemprov DKI Jakarta secara konsisten meminta pemerintah pusat, dalam hal ini menteri KLH, untuk mengambil kebijakan yang tuntas mengenai proyek reklamasi. Apalagi proyek reklamasi di teluk Jakarta didasarkan pada Keputusan Presiden No 52 tahun 1995.
Presiden Joko Widodo pernah menegur Menteri Siti dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan terkait sejumlah kebijakan yang dianggap tidak mendukung kegiatan investasi. Kritikan disampaikan Jokowi dalam rapat kabinet paripurna dengan topik RAPBN tahun 2018 di Istana Negara, Jakarta, Senin (24/7) lalu.
"Pada Permen-Permen, baik di kehutanan dan lingkungan hidup, di ESDM, misalnya, yang saya lihat dalam satu-dua bulan ini, direspons tidak baik oleh investor karena dianggap itu menghambat investasi," kata Jokowi.