Tak ada motor di ruas jalan Yangon
Warga yang tak memiliki mobil pribadi umumnya beraktivitas menggunakan bus dan taksi.
Ruas-ruas jalan Yangon, Myanmar tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Lalu lalang angkutan umum jadi pemandangan sehari-hari. Kemacetan pun kerap terjadi di beberapa titik.
Seperti dilaporkan wartawan merdeka.com, Didi Syafirdi dari Myanmar, perbedaan paling mencolok, yakni tidak adanya motor. Warga yang tak memiliki mobil pribadi umumnya beraktivitas menggunakan bus dan taksi.
Setelah ditelusuri ternyata pemerintah Myanmar mengeluarkan kebijakan kendaraan roda dua itu dilarang di pusat kota. Ini berdampak positif sehingga lalu lintas tidak terlalu semrawut.
"Motor memang dilarang di kota, adanya di kampung-kampung," kata Abdullah saat berbincang dengan merdeka.com, Sabtu (11/10).
Abdullah tidak mengetahui secara persis sejak kapan aturan itu diberlakukan. Selain alasan kemacetan, dia mengingat larangan itu untuk menekan angka kecelakaan.
"Sering terjadi kecelakaan, dan buat kacau lalu lintas," ujarnya yang sudah 10 tahun jadi sopir taksi.
Informasi dikumpulkan dari berbagai sumber, motor dilarang di Yangon sejak 2003. Ada beberapa versi mengenai larangan itu, jika untuk kepentingan publik semata-mata hanya meminimalisir kecelakaan.
Namun dalam kaitannya dengan politik, Myanmar yang baru saja lepas dari cengkeraman junta militer tak lepas dari aktivitas aktivis Pro Demokrasi. Sering kali motor digunakan untuk membagi-bagikan selebaran yang dinilai provokatif.
Abdullah tidak melihat itu sebagai alasan utama. Menurutnya, warga di Yangon terasa lebih nyaman beraktivitas tanpa motor yang sering kali melakukan pelanggaran.
"Saya lebih senang seperti sekarang, semua pengendara tertib saat berada di jalan," tandasnya.