Tak perlu SP3, Bambang Widjojanto dinilai bisa langsung bekerja
Adhie Massardi berani menyimpulkan bahwa status 'tersangka' BW harus dinyatakan ilegal.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) bisa langsung kembali aktif bekerja menjalankan tugasnya melakukan pemberantasan korupsi di negeri ini. Tidak perlu menunggu SP3 (surat perintah penghentian penyidikan).
Hal ini disampaikan koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB.) Adhie M Massardi kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (24/1) siang ini.
"Saya mengikuti kasus ini dari awal. Dan saya berani menyimpulkan bahwa status 'tersangka' yang dijatuhkan Bareskrim Mabes Polri kepada BW harus dinyatakan ilegal. Oleh sebab itu, bukan SP3 yang diperlukan, tapi rehabilitasi nama BW oleh Polri," ujar Adhie.
Jubir presiden era Gus Dur ini menambahkan, apabila Polri tidak segera merehabilitasi nama BW, dia akan mendesak Presiden Joko Widodo segera membentuk TPF (tim pencari fakta) skandal penangkapan BW oleh Bareskrim Mabes Polri.
"Saya akan mengusulkan TPF ini dipimpin Komjen Oegroseno, senior polisi yang masih memiliki integritas dan dihormati di jajaran petinggi Polri. Sehingga TPF ini bisa bekerja dengan baik dan tegas. Sehingga ke depan bisa menjadi pelajaran agar peristiwa semacam ini (penggunaan institusi Polri untuk kepentingan sempit) bisa dicegah," tuturnya.
Sementara sambil menunggu rehabilitasi nama BW oleh Polri, Adhie menyarankan Dewan Etik KPK segera bersidang untuk menghasilkan tindakan sehat dan bijaksana.
"Artinya, Dewan Etik harus segara menegaskan bahwa status 'tersangka' yang dijatuhkan Bareskrim Mabes Polri kepada BW tidak diakui, sehingga yang bersangkutan bisa langsung bekerja menjalankan tugasnya sebagai wakil ketua KPK," katanya.
Sedangkan mengenai kicauan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristyanto tentang pertemuan Abraham Samad beberapa kali dengan petinggi partai moncong putih itu, menurut Adhie, Dewan Etik tidak perlu menanggapinya.
"Sebaiknya Dewan Etik membuat aturan internal baru, agar semua komisioner KPK yang sudah tidak menjabat lagi, tidak boleh bekerja di mana pun selama satu periode, atau 2-3 tahun berikutnya. Kecuali mungkin menjadi pengajar di perguruan tinggi."
"Hal ini penting untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan selama pimpinan KPK bekerja. Untuk itu, selama masa 'idah' yang bersangkutan tetap menerima gaji dan fasilitasnya. Ini juga penting diterapkan kepada pimpinan KPU, KY, MK dan komisi strategis lainnya," terang Adhie.