Tanah Desa Watuagung amat labil, pemerintah didesak pindahkan warga
Sifat tanah di tempat itu sudah tidak memungkinkan buat ditinggali.
Sebelas hari pascabanjir terjadi di sejumlah wilayah Jawa Tengah, seperti di Desa Watuagung, Kecamatan Tambak, Jawa Tengah, diyakini masih menyisakan kerawanan. Hasil penelitian dan pantauan wilayah longsor dilakukan Geolog Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Fadlin, merekomendasikan pemerintah segera melakukan relokasi.
"Setelah meneliti di lokasi longsor, saya yakin pilihan yang tepat untuk daerah tersebut adalah pilihan relokasi," kata Geolog Unsoed, Fadlin, Rabu (29/6).
Ia mengemukakan, pilihan tersebut berdasar beberapa faktor yang ditelitinya di lokasi longsoran. Dari perspektif geologi, Fadlin mengemukakan morfologi wilayahnya memiliki lereng yang curam. Dari segi bebatuan, terjadi ubahan secara hidrotermal maupun pelapukan permukaan yang menghasilkan tanah lempung.
"Kondisi tersebut memiliki fungsi sebagai bidang gelincir. Ditambah dengan faktor struktur geologi seperti kekar maupun rekahan yang cukup intensif di lokasi, dan akan mengganggu kestabilan tanah di wilayah tersebut," jelasnya.
Dari semua yang disebutkannya, Fadlin berkeyakinan menjadi faktor itu memperlancar terjadinya longsoran. "Saat ini hanya menunggu pemicu baik berupa iklim (curah hujan) maupun faktor pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya," katanya.
Fadlin melanjutkan, jika satu zona itu dikatakan memiliki level yang sangat rawan, itu berati kontrol geologi cukup kompleks. Terkadang dengan intensitas hujan ringan pun dapat terjadi gerakan tanah.
"Sehingga, kita tidak bisa memastikan hanya intensitas hujan tinggi saja yang menjadi pengontrol. Sekali lagi saya lebih sepakat relokasi ke daerah yang relatif aman," tegasnya.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Cilacap, Teguh Wardoyo mengatakan, masih terjadi potensi hujan di wilayah selatan pulau Jawa. "Tren cuaca masih ada potensi hujan sampai dengan lebaran," jelasnya.
Koordinator relawan Tambak Crisis Center (TCC), Aris Andrianto mengatakan, bahaya longsor di kawasan Tambak masih belum berakhir. "Dari pantauan dan pemetaan di Grumbul Plandi, selama sepekan terakhir, terdata masih ada 14 titik yang rawan longsor," katanya.
Ia mencontohkan, di Grumbul Plandi yang berada di ujung Desa Watuagung, menjadi salah satu yang berpotensi terjadinya longsor. Ia menjelaskan, Grumbul Plandi berada di lembah yang dikelilingi perbukitan Mahameru. Bentuknya seperti tapal kuda di mana Grumbul Plandi berada di tengahnya.
Pada sisi tenggara, jelas Aris, ada longsoran besar yang menerjang grumbul dan masih berpotensi longsor kembali. Sedangkan di barat laut, ada tujuh titik di puncak bukit yang sudah longsor. Sedangkan di sisi utara, tanah bergerak seluas lima hektare.
"Kami memang memprioritaskan pemetaan Grumbul Plandi, sebab jika Plandi longsor, lumpur dan air akan masuk ke Sungai Tambak dan menerjang hingga daerah bawah," katanya.
Ia berharap pemerintah, khususnya BPBD Banyumas, tidak hanya berorientasi pada pemulihan akses jalan dan transportasi. Menurut dia, dampak lain ke depan juga harus diperhatikan oleh pemerintah. "Pemerintah harus melakukan penanganan berbasis kawasan," ujarnya.
Aris menambahkan, BPBD selama ini hanya berorientasi pada korban tapi bukan pada konteks bencana secara luas. Termasuk respon isu soal ibu hamil di Grumbul Plandi.
"Bukannya membawa dokter spesialis kandungan, tapi malah merespon isu tentang HPL ibu hamil. Seharusnya, intensif melakukan pendampingan terhadap ibu hamil apalagi ini di daerah bencana, bukan malah reaktif terhadap isu," katanya.