Tangkal Hoaks, Polri Desak Pemerintah Buat Regulasi Gandeng Bos Platform Medsos
Gatot menuturkan, regulasi terkait hoaks dan ujaran kebencian itu telah diaplikasikan di beberapa negara, seperti Jerman dan Malaysia. Dalam aturan tersebut, pemilik platform medsos bisa langsung mematikan akun atau konten yang dinilai mengandung hoaks atau ujaran kebencian.
Kepala Satgas Nusantara Polri Irjen Gatot Edi Pramono mendorong dibuatnya regulasi terkait penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Regulasi ini dinilai sangat mendesak karena penyebaran konten hoaks dan ujaran kebencian di medsos sudah tak terbendung lagi.
"Regulasi hoaks dan ujaran kebencian ini pemerintah tidak bisa sendiri. Ini juga jadi tanggung jawab pemilik platform medsos. Saya sudah bicara soal ini kepada pemilik platform medsos," ujar Gatot Edi dalam diskusi publik bertajuk 'Pemilu, Hoaks dan Penegakan Hukum' di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa (15/1).
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Bagaimana tanggapan Polri terkait kasus Aiman Witjaksono? "Nanti kita konfirmasi dengan Polda Metro, yang jelas bahwa setiap perbuatan harus dipertanggungjawabkan, sehingga prosedur hukum juga berjalan," kata Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho di Bareskrim Polri, Selasa (5/12).
-
Apa yang dilakukan Polda Bali untuk menindaklanjuti berita hoaks tersebut? Penelusuran "Kami juga sudah berkoordinasi dengan Sibercrim Ditreskrimsus Polda Bali, untuk melacak akun tersebut," katanya.
-
Kapan survei Litbang Kompas tentang citra Polri dilakukan? Mahasiswa Apresiasi Polri atas hasil survei Litbang Kompas baru-baru ini.
-
Siapa yang diharuskan bertanggung jawab atas konten hoax di media digital? Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa apabila ada konten hoaks, yang pertama kali bertanggung jawab adalah platformnya, bukan si pembuat konten tersebut.
-
Siapa yang menyebarkan video hoax tentang hilangnya uang di BRI? Sebelumnya akun sosial media (Instagram, Tiktok, Facebook) Rama News (@ramanews) pada 23 April 2024 mengunggah sebuah video yang diambil dari akun TikTok widia_pengamatpolitik dengan narasi bahwa adanya kejadian nasabah BRI yang kehilangan uang merupakan efek dari pemilu yang membutuhkan uang untuk serangan-serangan bansos dan juga untuk membantu pemerintah yang merusak demokrasi.
Gatot menuturkan, regulasi terkait hoaks dan ujaran kebencian itu telah diaplikasikan di beberapa negara, seperti Jerman dan Malaysia. Dalam aturan tersebut, pemilik platform medsos bisa langsung mematikan akun atau konten yang dinilai mengandung hoaks atau ujaran kebencian.
"Sudah saatnya kita punya regulasi hoaks di medsos. Jerman dan Malaysia sudah, kita belum, padahal hoaks dan ujaran kebencian sudah sangat meresahkan," ucapnya.
Berdasarkan pantauan Satgas Nusantara, penyebaran konten hoaks dan ujaran kebencian terus menunjukkan peningkatan dalam beberapa bulan terakhir. Konten-konten tersebut diciptakan oleh akun asli, semi-anonymous, hingga akun anonymous.
"Hoaks dan ujaran kebencian di medsos ada peningkatan, terutama jelang Pemilu 2019," kata Gatot.
Reporter: Nafiysul Qodar
Sumber : Liputan6.com
Baca juga:
BPWS Bakal Polisikan Akun FB Siti Aisyah Soal Hoaks Tarif Tol Suramadu Rp 600 Ribu
Partai Besar Dinilai Kehilangan Gagasan
Tangkal Hoaks, PSI Lakukan Blusukan ke Pasar
Tangkal Hoaks, KIP Aceh Rekrut 1.265 Relawan Demokrasi
2 Makam Di Gorontalo Dipindah Bukan Karena Politik Tapi Masalah Keluarga
PBNU Sebut Pembuat Hoaks Boleh Diusir dari Indonesia, Karena Merusak Tata Hidup