Tekan Penyebaran COVID-19 Omicron RI Agar Tak Terjadi Lonjakan di RS
Tjandra, mengatakan, pemerintah terus melakukan upaya guna menekan penyebaran virus Corona dengan percepatan program vaksinasi COVID-19. Dapat dilihat bahwa hingga 31 Januari 2022, sebanyak 319 juta masyarakat tercatat telah memperoleh vaksin lengkap dan akan vaksinasi booster.
Satuan Tugas Penanganan COVID-19 RI melaporkan bahwa jumlah orang yang terpapar Virus Corona sampai dengan Senin, 14 Februari 2021, sebanyak 4.844.279 kasus dengan jumlah kematian yang menyentuh angka 145.321 kasus.
Dijelaskan Prof Tjandra Yoga Aditama SpP(K) MARS DTCE DTM&H bahwa Omicron punya andil dalam penambahan kasus baru COVID-19 di Indonesia. Bagaimana tidak? Varian yang disebut Tjandra merupakan mutasi dari virus SARS-CoV-2 memiliki tingkat penularan yang relatif cepat dibanding Delta.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Bagaimana peningkatan kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Peningkatan kasus Covis-19 di DKI Jakarta aman dan sangat terkendali. Tidak ada kenaikan bermakna angka perawatan rumah sakit juga.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi? Mereka dinyatakan positif Covid-19 pada 1 Maret 2020, setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
"Meski gejalanya lebih ringan dari mutasi sebelumnya yaitu Delta, tapi penyebarannya sangat cepat. Kita tentu harus menekan penyebarannya agar tidak terjadi lonjakan pasien di rumah sakit," kata Prof Tjandra dalam sebuah webinar baru-baru ini.
Tjandra, mengatakan, pemerintah terus melakukan upaya guna menekan penyebaran virus Corona dengan percepatan program vaksinasi COVID-19. Dapat dilihat bahwa hingga 31 Januari 2022, sebanyak 319 juta masyarakat tercatat telah memperoleh vaksin lengkap dan akan vaksinasi booster.
Mengutip pernyataan Dr Bruce Aylward dari WHO bahwa penularan yang tinggi memberikan kesempatan lebih besar untuk virus bereplikasi dan bermutasi. Hal ini menyebabkan risiko mutasi juga menjadi lebih tinggi.
Secara global, jelas Bruce, selama beberapa minggu kasus infeksi COVID-19 meningkat 20 persen. Dia menyebut bahwa pandemi sepertinya belum akan berakhir dalam waktu dekat. Sehingga seluruh masyarakat diimbau untuk meningkatkan proteksi melalui usaha preventif (pencegahan), salah satunya dengan sanotize.
Co Founder dari Sanotize, Dr Gilly Regev PhD memaparkan bahwa Nitric Oxida sudah banyak digunakan sebagai terapi luka dan dinilai mampu bekerja melawan virus maupun bakteri dalam waktu singkat.
Nitrogen oksida (nitric oxide), jelas Miller, adalah gas yang diberikan untuk melebarkan pembuluh darah di dalam paru-paru. Hal ini akan membuat aliran udara menuju ke paru-paru lebih lancar.
"Nitric Oxide awalnya didesain dan diteliti sebagai pencegahan terhadap flu saja. Kami sudah memiliki penelitian untuk virus-virus flu yang dilakukan oleh sanotize antara lain virus H1N1, HRV, RSV," ujar Miller.
Lebih lanjut Miller, mengatakan, setelah pandemi COVID-19 merebak, Sanotize juga mengujicobakan Nitric Oxide ke virus SARS-CoV-2 dan memberikan hasil mampu membunuh virus Corona termasuk beberapa variannya yaitu Alpha, Beta, Gamma, dan Delta.
"Sekarang sedang dalam proses pengujian varian Omicron," katanya.
Dalam hal ini, dr Ali Alkatiri Msc menyimpulkan bahwa Nitric Oxide mempercepat tingkat penyembuhan COVID-19. Tidak hanya dari penyembuhan virusnya (virological cure) tetapi juga dari penyembuhan klinisnya (clinical cure).
Menurut Ali, ini terbukti di uji klinis bahwa waktu penyembuhan pada pasien yang menggunakan terapi standar COVID-19 plus NONS lebih cepat dibandingkan dengan yang hanya menggunakan terapi standar.
Dengan adanya teknologi ini, diharapkan dapat menjadi Langkah preventif untuk menekan penyebaran dan mutasi SARS-CoV-2 virus penyebab COVID-19.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/ded)