Tim Kajian UU ITE akan Minta Masukan Direktorat Siber Bareskrim
Setelah itu tim kajian akan membawa semua masukan narasumber untuk didiskusikan Tim I dan Tim II. Hal itu sebagai bentuk tindaklanjuti masukan dari para narasumber.
Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo mengatakan timnya masih akan melakukan diskusi lanjutan dan pendalaman dengan Direktorat Siber Bareskrim. Hal tersebut seiring timnya sudah mendengarkan masukan-masukan dari pihak pelapor, terlapor, para ahli, anggota DPR hingga lembaga dalam Focus Group Discussion (FGD) untuk mengambil langkah terkait aturan UU tersebut.
"Senin tim masih melakukan diskusi pendalaman dengan Direktorat Siber Bareskrim," kata Sugeng kepada merdeka.com, Senin (21/3).
-
Apa yang dimaksud dengan revisi UU ITE jilid II? Revisi UU ini dikarenakan masih adanya aturan sebelumnya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat.
-
Kenapa revisi UU ITE jilid II ini dianggap penting? Untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, Teknologi Informasi, dan/ atau Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
-
Kapan revisi UU ITE jilid II mulai berlaku? Aturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
-
Mengapa Revisi Kedua UU ITE dianggap sebagai momentum untuk melindungi hak anak di ruang digital? Revisi Kedua UU ITE dianggap sebagai momentum perlidungan hak anak di ruang digital. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen APTIKA) Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan Perubahan Kedua (UU ITE) akan meningkatkan perlidungan anak-anak yang mengakses layanan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
-
Bagaimana menurut Menkominfo Budi Arie, revisi UU ITE jilid II dapat menjaga ruang digital di Indonesia? Yang pasti kan pemerintah ingin menjaga ruang digital kita lebih kondusif dan lebih berbudaya.
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dibahas? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
Dia menjelaskan setelah itu timnya akan membawa semua masukan narasumber untuk didiskusikan Tim I dan Tim II. Hal itu sebagai bentuk tindaklanjuti masukan dari para narasumber.
"Setelah itu diskusi internal dan penyusunan laporan," ujar Sugeng.
Sebelumnya diketahui FGD tahap terakhir yang dilakukan pada Kamis (18/3) dan Jumat (19/3) dibagi dalam dua sesi. Di sesi pertama, Tim mengundang narasumber dari partai politik dan juga perwakilan DPR. Hadir dalam sesi ini, Azis Syamsuddin – Wakil Ketua DPR RI, Hidayat Nur Wahid – Wakil Ketua MPR, dan TB Hasanuddin anggota Komisi I DPR RI.
Sementara di sesi dua, hadir narasumber dari kelompok Kementerian dan Lembaga antara lain Arief Muliawan –mewakili Jampidum Kejaksaan Agung RI, Asep Maryono – Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Kejaksaan RI, KBP Heska - mewakili Kabaintelkam Polri, Sudharmawatinginsih – Panitera Muda Pidana Umum Mahkamah Agung, dan Henri Subiakto sebagai wakil dari Kementerian Kominfo.
Kemudian terlihat dari pertemuan pelapor, terlapor, akademisi, para pakar, dan aktivis menilai terdapat penafsiran hukum dalam beberapa pasal. Seperti pasal 27, 28,29, pasal 30,40 dan pasal 45. Hal tersebut juga disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin.
"Misalnya pasal 27, pasal 28, 29, missal 26, tentang pengapusan informasi, pasal 36 tentang kewenenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses, nah ini yang menjadi diskusi dari waktu ke waktu dan sampai dengan saat ini antara fraksi fraksi sampai sekarang belum ada kesepakatan,” Ujar Azis.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid yang juga hadir menjadi narasumber akhir Tim Kajian UU ITE, mencatat ada beberapa pasal seperti Pasal 27 Ayat 3, Pasal 28 Ayat 2, Pasal 29, dan Pasal 45A dianggap multitafsir dan terkesan tidak adil di dalam UU ITE sehingga perlu direvisi.
Hidayat Nurwahid mengatakan, pasal 27 ayat 3 seharusnya tidak dibutuhkan lagi untuk dìiatur di UU ITE. Karena dari segi substansi sejatinya aturan ini sudah diatur dalam pasal 310 KUHP yaitu terkait penghinaan atau pencemaran nama baik.
Baca juga:
Surati Jokowi dan DPR, Hotman Paris Minta Pasal 27 Ayat 3 UU ITE Dihapus
FGD Dengan Pemerintah, DPR Ungkap Sejumlah Pasal UU ITE yang Perlu Direvisi
Komnas HAM dan Komnas Perempuan Dorong Revisi UU ITE
Polri: Virtual Police Tak Masuk ke Akun WhatsApp, Usut Konten saat Ada Laporan
Aksi Jenderal Listyo Sigit Benahi Polri