Tim PDTT BPK temukan ketidakwajaran penggunaan Rp 425 M oleh Kemendes
Ketua tim Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK, Yudi Ayodhya mengatakan, pihaknya menemukan ada ketidakwajaran penggunaan anggaran oleh Kemendes dalam hal pemberian honorarium pendamping dana desa sekitar Rp 425 miliar.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua orang saksi dari Badan Auditor Keuangan Republik Indonesia pada persidangan tindak pidana suap oleh terdakwa Irjen non aktif Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Sugito dan Kasubag tata usaha keuangan Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.
Terhadap kedua saksi tersebut, jaksa mengonfirmasi temuan BPK terhadap penggunaan anggaran oleh Kemendes PDTT tahun anggaran 2015.
Ketua tim Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK, Yudi Ayodhya mengatakan, pihaknya menemukan ada ketidakwajaran penggunaan anggaran oleh Kemendes dalam hal pemberian honorarium pendamping dana desa sekitar Rp 425 miliar.
"Tentang pendamping desa. Ada biaya program pemberdayaan masyarakat desa, honorarium tidak wajar Rp 425 miliar tahun 2015, semester dua 2016 Rp 552 miliar," katanya di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/9).
Dia menyebutkan, temuan dugaan ketidakwajaran atas pengelolaan dana sebesar Rp 425 miliar itu berasal dari total anggaran sebesar Rp 1 triliun. Sedangkan temuan pada semester 2 di tahun 2016 total anggarannya mencapai Rp 1,3 triliun.
Sementara itu, Yudi menjelaskan, berdasarkan penelitian kajian pengelolaan honorarium pendamping dana desa yang digunakan Kemendes tidak sesuai. Terdapat perbedaan antara Kemendes dengan kajian BPK untuk memberikan honorarium pendamping dana desa.
"Penentuan harga kita tidak meyakini, honor pendamping desa dasar kajiannya enggak ada pak," tukasnya.
"Pendamping desa pns gol 2a disitu dicantumkan (mendapat honorarium) Rp 2,5 juta, kajian kami (golongan) 2a cuma Rp 1,9 juta itu yang tidak wajar. Sampai akhir Oktober tidak dapat dokumen pertanggungjawaban," tandasnya.
Seperti diketahui, Irjen Kemendes Sugito dan pejabat eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo didakwa menyuap auditor BPK Rochmadi dan Ali Sadli, terkait opini wajar tanpa pengecualian laporan keuangan kementerian desa tahun 2016 sebesar Rp 240 juta.
Keduanya didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 bagaimana telah diubah dengan undang undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak udah na korupsi Juncto pasal 64 KUHAP Jumbo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.