Tim Pengkaji Ungkap Bakal Ada Pasal Baru Direvisi UU ITE
Revisi terbatas UU ITE itu terutama pasal-pasal yang selama ini dinilai sebagai pasal karet dan kedua pedoman implementasi UU ITE yang akan dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB).
Ketua Tim Kajian UU ITE, Sugeng Purnomo, membantah pernyataan sejumlah pihak yang mengatakan pemerintah hanya akan membuat pedoman implementasi UU ITE dan tidak akan melakukan revisi. Dia membeberkan terdapat dua hal yaitu revisi terbatas UU ITE hasil kerja tim bentukan Menko Polhukam Mahfud MD.
Revisi terbatas UU ITE itu terutama pasal-pasal yang selama ini dinilai sebagai pasal karet dan kedua pedoman implementasi UU ITE yang akan dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB).
-
Siapa korban mutilasi tersebut? Identitas Korban Mutilasi Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, korban mutilasi adalah seorang mahasiswa berinisial R.
-
Bagaimana korban ditikam? “Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,” kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
-
Kapan korban melapor kasus KDRT? Laporan yang dilayangkan korban pada 7 Agustus 2023 lalu telah diterima Unit PPA Polres Metro Bekasi dan masih dalam proses penyelidikan.
-
Bagaimana korban meninggal? Diketahui, seorang pria berinisial AS (30), warga Desa Pranti, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik ditemukan tewas di kamar rumahnya dalam kondisi tragis, dengan mulut tertancap pisau serta kepala pecah akibat pukulan benda keras.
-
Bagaimana proses evakuasi korban KM Rezki? Selanjutnya dengan Kapal Patroli KPLP KN P 373 bergerak ke lokasi dan melakukan pencarian bersama warga Pulau Pajenekang yang menggunakan perahu. Satu persatu dari lima korban ditemukan dalam keadaan meninggal. Yakni 2 orang anak kecil perempuan dan 3 orang dewasa.
-
Di mana korban ditemukan? Warga Dusun Kelor, Kalurahan Wonokerto, Kapanewon Turi, Sleman, dikejutkan dengan penemuan potongan tubuh manusia di bawah sebuah jembatan pada Rabu malam (12/7).
"Pemerintah akan mereformulasi pasal yang mengatur tindak pidana dalam Pasal 27, 28, 29, dan 36 UU ITE. Reformulasi pasal dilakukan salah satunya karena putusan MK terkait pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 UU ITE," kata Sugeng dalam keterangan pers, Selasa (25/5).
Dia menjelaskan pada pasal 27 nantinya akan dijabarkan dalam tindak pidana menyerang kehormatan/nama baik dan fitnah. Termasuk kata dia diatur tentang dihapusnya pidana apabila hal itu dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.
Lalu pasal 36 kata dia akan direvisi untuk mempertegas apa yang dimaksud dengan kerugian, dan sifatnya hanya kerugian materiil sebagai akibat langsung dan hanya dibatasi dalam pasal 30 hingga 34. Kemudian nantinya kan ada penambahan pasal baru, pasal 45 C, yang akan mengatur pemberitaan bohong yang menimbulkan keonaran.
"Karena selama ini UU ITE hanya mengatur ketentuan tindak pidana pemberitaan bohong terkait konsumen transaksi elektronik sebagaimana termuat dalam Pasal 28 ayat 1 UU ITE. Keonaran yang dimaksud di sini terjadi di ruang fisik/nyata dan bukan di ruang digital/maya," bebernya.
Selanjutnya kata dia Kemenkominfo dan Kemenkum HAM akan menjadi leading sector. Nantinya kata dia Kemenkum HAM akan memproses usulan revisi masuk dalam perubahan prolegnas prioritas pada Juni 2021.
"Ini sudah disepakati menjadi prioritas untuk diusulkan dan tugas Kemenkum HAM menyampaikan kepada DPR,” ujar dia.
SKB Pedoman Penanganan Perkara UU ITE
Lalu nantinya kata dia adalah SKB antara Menkominfo, Kapolri, dan Jaksa Agung tentang Pedoman Implementasi UU ITE. SKB nantinya akan menjadi pedoman penanganan kasus pelanggaran Pasal 27, 28, 29, dan 36 UU Nomor 11/2008 tentang ITE yang telah diubah melalui UU Nomor 16/2019. Pedoman ini disusun agar ada pemahaman yang sama dan tidak multitafsir di kalangan aparat penegak hukum.
"Setelah ditandatangani, SKB akan disosialisasikan kepada aparat penegak hukum, yaitu Kemenkominfo, Kepolisian dan Kejaksaan," bebernya.
Dia juga menjelaskan Kemenko Polhukam akan memfasilitasi sosialisasi, agar tidak ada lagi multitafsir dan penegakan hukum yang diskriminatif di lapangan. Kemudian dia juga menjelaskan pedoman implementasi yang berbentuk SKB akan menjadi pegangan bagi aparat penegak hukum karena tahapan untuk melakukan revisi membutuhkan waktu yang tidak singkat.
"Pada prinsipnya UU ITE diterapkan dengan prinsip penegakan hukum dilakukan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium). Sehingga Kepolisian dan kejaksaan diminta mengedepankan aspek keadilan restoratif," tandasnya.
Pemerintah Tegaskan Tak Cabut UU ITE
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan UU ITE tidak akan dicabut. Sebab, menurut dia, UU tersebut masih sangat diperlukan di Indonesia.
Keputusan tersebut setelah Tim Kajian UU ITE rampung menggelar pengakajian yang dilakukan dengan cara mendengarkan aspirasi seluruh pihak.
"UU ITE masih sangat diperlukan untuk mengantisipasi dan menghukumi dunia digital, masih sangat diperlukan. Oleh sebab itu tidak ada pencabutan UU ITE," kata Mahfud di kantornya, Kamis (29/4).
Dia menjelaskan UU ITE saat ini sangat diperlukan, terutama di seluruh dunia. Hingga saat ini masih banyak negara yang sedang menyempurnakan aturan tersebut.
"Di seluruh dunia sekarang memperbaiki, yang belum punya membuat, yang sudah ditelaah lagi, digital ini semakin jahat. Oleh sebab itu kita pun sama UU ITE masih sangat diperlukan," ungkapnya.
Mahfud mengungkapkan, pemerintah akan membuat pedoman dalam bentuk buku lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkominfo, Kejaksaan, dan Kepolisian agar UU ITE tidak disalahgunakan.
"Dibuatlah pedoman teknis dan kriteria implementasi yang nanti akan dibentukan dalam bentuk SKB tiga kementerian dan lembaga yaitu Menkominfo,Jaksa Agung dan Kapolri ini bentuknya pedoman," bebernya.
"Kalau nanti istilah Menkominfonya jadi buku saku, buku pintar baik wartawan, masyarakat maupun kepada polri, kejaksaan seluruh Indonesia," tambahnya.
Selanjutnya, pemerintah akan melakukan revisi terbatas terkait perubahan dan penambahan frasa.
"Berupa tambahan, penistaan apa sih, fitnah apa sih, keonaran apa sih. Sehingga tidak sembarang orang dianggap onar dan sebagainya. Memang kemudian hanya ada penambahan pasal yaitu pasal 45C," pungkasnya.