TNI minta tambahan uang Rp 35 triliun buat beli alutsista
Duit dianggarkan buat membeli radar hingga kapal frigate. Alasannya mendukung poros maritim dan menangkal gangguan.
Dalam rapat penetapan anggaran TNI dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan mereka memerlukan tambahan dana sebesar Rp 35 triliun. Duit itu, menurut dia, bakal dipakai buat mengembangkan kebijakan poros maritim, dan menangkal gangguan dari Laut China Selatan.
Penambahan dana itu menurut Gatot berdasarkan beberapa program kerja belum dilaksanakan TNI, dan dalam menghadapi potensi ancaman akan mengganggu kedaulatan NKRI.
"Meminta tambahan dana sebesar Rp 35 triliun. Mengapa Rp 35 triliun? Karena ada beberapa hal dari 2014 belum terakomodasi dan harus dilakukan lagi," kata Gatot di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (7/9).
Gatot menyampaikan, duit sebesar itu tersebut diperlukan guna mengembangkan poros maritim nusantara dan melindungi negara dari ancaman di Laut China Selatan.
"Itu kebijakan pertama dan keduanya. Maka perlu ada evaluasi atas poin poin yang mana menjadi prioritas," ujar Gatot.
Gatot menyebutkan, sarana dan prasarana diperlukan dalam menghadapi ancaman itu dan persiapan menjadi negara maritim yang unggul.
"Dari anggota AD perlu radar, proteksi udara, pesawat tempur, dan pesawat angkut. Untuk AL perlu frigate, kapal selam, radar, alat ini jadi prioritas. Untuk memperoleh keunggulan poros maritim laut dan udara sekaligus. Menindak karena banyak celah-celah kita yang masih bolong terpayungi dengan adanya radar ini yang jadi prioritas," ucap Gatot.
Gatot mengatakan, permintaan tambahan dana telah diperhitungkan berdasarkan kebutuhan dan aturan yang ada. Dia berharap pemerintah melakukan evaluasi sistem penganggaran instansi TNI berdasarkan tiap pergantian presiden.
"Adapula keputusan presiden nomer 87 tahun 2012 tentang belanja pegawai dan tunjangan kinerja. Sedangkan tunjangan kinerja masih lama dan belum ada peningkatan. Dan ini adalah salah satu faktor lagi. Jadi sesuai aturan tiap lima tahun atau pergantian pemerintah harus dievaluasi, program terus berjalan tetapi terus dilakukan evaluasi berasalkan ancaman juga," tutup Gatot.