Usai ngawur bakar kapal, Australia kalah digugat nelayan NTT
Sahring, nelayan NTT diberi kompensasi sebesar AUD 44.000 oleh pengadilan federal di Darwin.
Sahring, seorang nelayan Indonesia asal Oesapa Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menang di Pengadilan Australia ketika menggugat pemerintah federal negara itu yang membakar perahunya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia pada 2008.
Seperti diberitakan Antara, Greg Phelps, Pengacara Sahring, dalam surat elektroniknya yang diterima di Kupang, Kamis (20/3), mengatakan kliennya sudah diberi kompensasi sebesar AUD 44.000 oleh pengadilan federal di Darwin, Australia Utara setelah dinyatakan menang dalam gugatan tersebut.
"Ini merupakan sebuah batu ujian bagi pemilik, kapten dan nelayan Indonesia lainnya yang memiliki kasus yang sama dimana perahu mereka disita dan dihancurkan oleh otoritas negara itu," kata Greg Phelps yang juga pengacara Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang berkedudukan di Darwin, Australia Utara itu.
Sahring, nelayan berusia 43 tahun asal Sulawesi yang sudah lama menetap di perkampungan nelayan Oesapa Kupang itu, sudah berulang kali terbang ke Darwin untuk mengikuti jalannya persidangan tersebut, sampai gugatannya dimenangkan oleh Pengadilan Federal Australia di Darwin.
Kapal nelayan yang ditumpangi Sahring bersama tiga buah kapal nelayan asal Oesapa Kupang, ditangkap oleh kapal patroli AL Australia HMAS Broome pada 2008 di ZEE Indonesia yang juga meliputi landas kontinen Australia.
Kapal-kapal nelayan Indonesia asal Oesapa Kupang itu digiring masuk ke wilayah perairan Australia kemudian dihancurkan dan dibakar oleh patroli AL Australia pada saat itu.
Di hadapan majelis pengadilan federal Australia di Darwin, Sahring mengatakan AL Australia keliru melakukan penangkapan pada saat itu dengan tuduhan bahwa "kami sedang mencari dan menangkap teripang di dasar laut Australia".
Perahu "Ekta Sakti" yang ditumpanginya, kata dia, dirancang khusus hanya untuk menangkap ikan dengan wilayah operasi di sekitar ZEE Indonesia.
"Ketika itu, saya sedang memancing di daerah yang telah umum atau biasa digunakan oleh nelayan lainnya dari Indonesia. Tetapi, kami kemudian digiring oleh patroli AL Australia ke wilayah perairan Australia dan kapal-kapal kami dibakar," ujarnya.
Greg Phelps mengatakan atas dasar pembelaan tersebut, Sahring kemudian mendapat kompensasi dari pengadilan federal Australia sejumlah AUD 25.000 untuk kehilangan perahunya, AUD 15.000 untuk mengganti pendapatannya sebagai nelayan serta AUD 4.000 untuk tindakan penahanan yang tidak sah.
Menurut hakim John Mansfield, kata Greg Phelps, Sahring tidak melakukan pelanggaran apapun terhadap Undang-Undang Pengelolaan Perikanan, dan tidak ada alasan yang kuat bagi pemerintah federal Australia untuk menyita kemudian membakar perahnya.
Greg Phelps menambahkan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan Indonesia di perairan Indonesia di bawah lisensi mereka bukanlah merupakan pelanggaran hukum, kecuali mereka terbukti melanggar hak pengelolaan ikan di dasar laut," katanya.
"Banyak nelayan yang berjuang untuk mempertahankan hidup mereka di Timor Barat NTT, karena mereka telah kehilangan perahu untuk mencari nafkah hidup. Saya tahu, anak-anaknya Sahring sudah tidak bisa lagi melanjutkan pendidikan sejak Sahring ditangkap," ujarnya.
Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Laut Timor (Antralamor) Haji Mustafa yang dihubungi secara terpisah di Kupang mengatakan sangat gembira ketika mendengar kabar tentang adanya kompensasi yang diberikan oleh pengadilan federal Australia di Darwin.
"Peristiwa itu bukan hanya menimpa Sahring saja, tetapi ada beberapa nelayan lainnya, termasuk di antaranya saya. Perahu kami dihancurkan dan dibakar, namun kami hanya menunjuk Sahring sebagai perwakilan dalam melakukan gugatan hukum terhadap pemerintah federal," kata Mustafa.
Mustafa melukiskan keputusan pengadilan federal Australia di Darwin itu sebagai sebuah angin surga bagi para nelayan yang mengalami penyiksaan oleh pemerintah federal Australia, karena perjuangan tersebut sudah berjalan sekitar enam tahun.
Greg Phelps mengatakan kompensasi tersebut akan digunakan oleh Sahring dan teman-temannya untuk menyekolahkan kembali anak-anak mereka yang terlanjur putus sekolah akibat sumber penghasilan orangtuanya diberangus.
Sementara itu, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni melayangkan pujiannya kepada hakim John Mansfield yang cukup adil dalam memutuskan perkara yang menimpa nelayan asal Timor Barat tersebut.
Lembaga non pemerintah tersebut terus mendorong Greg Phelps untuk melakukan pembelaan terhadap nelayan Indonesia yang mengalami persoalan hukum seperti yang dialami oleh Sahring dan kawan-kawannya.
"Kasus ini berjalan sudah bertahun-tahun lamanya, namun Greg Phelps tetap dengan setia mendampingi nelayan-nelayan kita sampai akhirnya membuahkan hasil yang begitu menggembirakan dalam upaya membela hak-hak mereka," kata Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedubes Australia itu.
Dalam hubungan dengan itu, Tanoni juga meminta kepada pemerintah federal Australia untuk tidak mengajukan banding lagi atas perkara dimaksud, karena hanya akan memperlambat proses pembayaran kompesasi kepada Sahring dan kawan-kawannya.
"Kami akan terus berjuang untuk membela hak-hak nelayan tradisional Indonesia di Laut Timor, karena persoalan ini tidak ada kaitannya dengan persoalan politik, melainkan urusan kemanusiaan yang dibela oleh siapapun, termasuk di antaranya pemerintah dan para politisi di negeri ini," demikian Ferdi Tanoni.