Utamakan kesejahteraan prajurit, bukan jenderal TNI
Prajurit dua TNI dengan masa kerja 0 tahun, sesuai PP No. 16/2012 dan PP No. 17/2012, gaji pokoknya Rp 1.325.000.
Diduga banyak prajurit TNI yang masih menjadi beking tempat hiburan malam, perjudian atau lokalisasi. Di Padang, seorang prajurit Marinir berpangkat prajurit satu menjadi beking warung remang-remang.
Kebanyakan para beking ini memang berasal dari prajurit dengan pangkat terendah. Dari tamtama hingga bintara.
"Para pelaku pada umumnya tamtama," ujar anggota Komisi I DPR, Tb Hasanuddin kepada merdeka.com, Jumat (30/5).
Pengamat militer dari Imparsial, Al Araf, menilai praktik beking ini masih tumbuh subur. Kesejahteraan prajurit yang masih rendah dinilai menjadi salah satu penyebabnya. Apalagi golongan prajurit rendahan.
"Kalau perwira, walaupun masih kurang, masih lebih baik. Masih ada tunjangan jabatan dan lain-lain. Tetapi kalau prajurit rendahan itu kan hanya mengandalkan gaji. Seringkali gaji itu tidak cukup," ujar Araf saat dihubungi.
Araf pun meminta agar DPR dan pemerintah memperjuangkan kesejahteraan bagi prajurit rendahan. "Prajurit harus diprioritaskan daripada perwira," jelas Araf.
Tapi jelas alasan kesejahteraan tidak bisa jadi pembenaran seorang prajurit TNI menjadi beking. Mereka punya sapta marga dan sumpah prajurit yang harus dipatuhi. Berbisnis barang halal saja tidak boleh, apalagi jadi beking tempat maksiat.
Pemerintah pun sebenarnya sudah memberikan remunerasi bagi TNI. Selain itu ada kenaikan gaji walau tidak besar. Terhitung pada Februari 2012, untuk prajurit dua TNI atau Bhayangkara Polri dengan masa kerja 0 tahun sesuai PP No. 16/2012 dan PP No. 17/2012 gaji pokoknya adalah Rp 1.325.000 (sebelumnya Rp 1.230.000).
Sedangkan prajurit TNI dengan pangkat kopral kepala atau prajurit Polri dengan pangkat ajun brigadir polisi dengan masa kerja 32 tahun menerima gaji pokok sebesar Rp 2.365.600 (sebelumnya Rp 2.134.600).
Maka Araf lebih menekankan perlunya penegakan hukum di kalangan militer. Dia menilai seharusnya anggota TNI yang melakukan pidana bisa diadili di pengadilan umum, bukan peradilan militer.
"Kalau di pengadilan militer itu tidak jelas. Seringkali hanya mendapat hukuman disiplin, padahal yang dilakukan melanggar hukuman pidana. DPR perlu segera memperjuangkan UU Peradilan Militer," katanya.
Sementara itu Hasanuddin meminta para komandan satuan melakukan pengawasan lebih ketat pada anak buahnya. Selain itu Polisi Militer harus gencar melakukan razia selepas jam dinas.
"Peran pengawasan mestinya ada pada tingkat komandan regu dan komandan peleton. Jadi harus terus digiatkan pengawasan terhadap mereka oleh para komandannya. Kegiatan yang menyangkut di luar asrama dapat dikerahkan polisi militer untuk patroli di tempat-tempat rawan," tegasnya.
Tb Hasanuddin pun meminta atasan yang berhak menghukum melakukan tindakan tegas. Jika terbukti pidana, maka harus diadili. "Bagi pelaku yang melakukan tindakan pidana harus segera diproses dan dihukum berat," tutupnya.
Belasan anggota Marinir TNI AL mengamuk saat warung remang-remang di kawasan Bungus, Padang, Sumatera Barat dibongkar Satpol PP. Wartawan yang sedang meliput menjadi sasaran kemarahan mereka. Tiga wartawan terluka akibat dianiaya, Selasa (29/5) malam.
Saat Satpol PP bersama warga melakukan pembongkaran, para Marinir berpakaian bebas dan preman sudah berada di lokasi. Tiba-tiba saja para Marinir langsung menyerang para wartawan. Mereka merebut paksa kamera, memori dan kaset, kemudian dihancurkan.
Diduga pemilik warung remang-remang yang beralih fungsi jadi tempat prostitusi itu mengalirkan uang pelicin ke anggota Marinir untuk menjadi beking.