Utusan Aguan temui Sanusi tanyakan pembahasan Raperda Reklamasi
Pupung mengaku bahwa Sanusi pernah melakukan pertemuan di kantor Agung Sedayu Grup di Harco Mangga Dua
Utusan bos Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan mengaku menemui Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Anak buah Aguan tersebut menanyakan kelanjutkan mengenai Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).
"Ketemu dengan Sanusi sekali di kantor beliau di dewan untuk meminta informasi perkembangan paripurna (Pengesahan Raperda), saat itu Pak Sanusi bilang belum kuorum," kata Manajer Perizinan Agung Sedayu Grup Syaiful Zuhri alias Pupung yang menjadi saksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (13/7).
Pupung menjadi saksi dalam kasus suap Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan pegawainya Trinanda Prihantoro yang didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi sebesar Rp 2 miliar.
Suap tersebut agar mengubah pasal yang mengatur kontribusi tambahan dari tadinya 15 persen menjadi 5 persen.
"Pertemuan itu 31 Maret 2016, sebelum OTT (Operasi Tangkap Tangan), malamnya beliau OTT, saya ketemu pagi," ungkap Pupung seperti dilansir dari Antara.
Jaksa penuntut umum KPK Ali Fikri menanyakan apakah pertemuan tersebut terkait materinya yang sudah disepakati atau yang belum.
"Saya tidak tanya, dia (Sanusi) hanya menjelaskan insenerator (alat pembakar sampah) dan pemakanan, dan menurut Pak Sanusi dua hal itu ditempatkan di pulau M," jawab Pupung.
Jaksa Ali kembali menanyakan apakah tidak membahas tambahan kontribusi 15 persen.
"Tidak," jawab Pupung.
Namun Pupung mengaku bahwa Sanusi pernah melakukan pertemuan di kantor Agung Sedayu Grup di Harco Mangga Dua.
"Pak Sanusi pernah ke kantor bulan Februari, tapi saya tidak tahu apa pembahasan pertemuannya itu," ungkap Pupung.
Bahkan Pupung menjelaskan bahwa Agung Sedayu tidak keberatan dengan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dikali Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikali luas lahan yang dapat dijual seperti permintaan pihak pemerintah provinsi DKI Jakarta.
"Pak Sanusi telepon saya menyampaikan tentang 15 persen, dan kebetulan saat itu saya dekat dengan Pak Richard (Richard Halim, anak Aguan). Saya sampaikan 15 persen itu ke Richard dan Pak Richard mengatakan tidak keberatan untuk dibahas 15 persen itu untuk dibahas, lalu Pak Sanusi menyambung masalah insenerator dan pemakaman," jelas Pupung.
Dalam perkara ini, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.