'Vaksin Berbayar adalah Lip of Service dari Keputusan Jokowi'
"Jadi ini bahaya sekali ya, kalau kita meminjam istilah teman-teman mahasiswa pada akhirnya vaksinasi gotong royong ini adalah lips service dari keppres presiden tentang status darurat bencana non alam ini," ujarnya.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati yang tergabung dalam Koalisi Warga untuk Keadilan Kesehatan mengkritik keputusan pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 tahun 2021 yang membuka skema vaksin berbayar melalui Program Vaksin Gotong Royong Individu.
Karena seharusnya, di tengah pandemi Covid-19 seluruh kebijakan negara diperuntukan untuk keselamatan masyarakat. Bukan malah mencoba mendapatkan keuntungan melalui pendistribusian vaksin gotong royong yang tetap menggunakan PT Bio Farma (Persero) yang merupakan badan perusahaan milik negara (BUMN).
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi? Mereka dinyatakan positif Covid-19 pada 1 Maret 2020, setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
"Pertama pendistribusian, meskipun vaksin gotong royong tetap menggunakan Biofarma yang namanya BUMN. Artinya apa, ketika banyak orang mengalami kelangkaan obat, vaksin, bahkan oksigen" kata Asfin dalam konferensi pers virtual, Senin (12/7).
Di tengah pandemi yang membuat sulit masyarakat, Asfin menilai, adanya skema vaksin berbayar hanya diperuntukan hanya untuk memenuhi kepentingan rakyat yang mampu membayar. Dimana sumber daya negara terserap untuk fasilitas pribadi hanya bagi yang mampu membayar.
"Jadi dalam kondisi genting seperti ini semua daya upaya ini harusnya dioptimalkan. Tidak justru seperti pendistribusian, pelayanan diarahkan kepada yang mampu membayar," katanya.
Lebih lanjut, dia menarik ke dasar aturan yang tertuang dalam UU Kekarantinaan Kesehatan dimana pemerintah wajib untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, termasuk vaksin yang jadi strategi mengentaskan pandemi Covid-19.
Selain itu, Asfin juga menyinggung terkait UU Nomor 24 Tahun 2007 Kebencanaan yang dalam kondisi darurat, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan pokok dan barang-barang penting, termasuk di dalamnya obat-obatan, bagi masyarakat.
Sebagaimana dua keputusan presiden (Keppres) yang sudah diteken Presiden Jokowi terkait kedaruratan kesehatan masyarakat karena pandemi Covid-19 dan status bencana nonalam pandemi Covid-19. Sehingga dia turut mempertanyakan tujuan dibuat dua Kepres tersebut jika tak dijalankan.
"Sesuatu yang wajib itu adalah hak bagi masyarakat, karena itu orang tidak harus bayar. Bahkan orang yang mampupun tidak harus bayar dalam logika UU Kebencanaan, kan pertanyaan untuk apa ada Keppres itu kalau tidak dijalankan visinya," ujarnya.
Karena merasa Keppres tersebut tak dijalankan, Asfin pun sempat menyinggung terkait julukan dari BEM UI terhadap Presiden Jokowi sebagai The King of Lip Service. Karena adanya vaksin berbayar yang dipandang bertolak belakang dengan janji Jokowi terkait vaksin gratis.
"Jadi ini bahaya sekali ya, kalau kita meminjam istilah teman-teman mahasiswa pada akhirnya vaksinasi gotong royong ini adalah lips service dari keppres presiden tentang status darurat bencana non alam ini," ujarnya.
Atas hal tersebut, Asfin memastikan pihaknya akan mengambil upaya hukum untuk melakukan judicual review terhadap Permenkes Nomor 19 tahun 2021, agar skema vaksin gotong royong berbayar dapat dibatalkan
"Terakhir kami koalisi, tentu saja memikirkan langkah lebih lanjut. Banyak kawan-kawan mengatakan cabut ketentuan gotong royong, karena itu apabila hal tersebut tidak dilakukan kami akan lakukan langkah hukum judicial review," pungkasnya.
Dasar Hukum Bermasalah
Direktur Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Penelitian PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia), Rizky Argama meminta kepada Presiden Jokowi untuk mencabut atau membatalkan program vaksinasi berbayar tersebut.
Lantaran, skema vaksinasi berbayar yang tertuang dalam Permenkes Nomor 19 tahun 2021, dianggap bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
"Kita kembali di tahun lalu bulan Desember 2020 ada Permenkes nomor 84 tahun 2020 itulah peraturan pelaksanan pertama yang jadi turunan dari Perpres nomor 99 tahun 2020 (berubah jadi Perpres 14/2021). Yang jadi dasar pelaksanaan vaksinasi nasional itu bebas biaya gratis, sesuai pernyataan Presiden Jokowi," ujar Rizky dalam konferensi pers virtual, laporcovid-19, Senin (12/7).
Namun kejanggalan muncul, kata Rizky, pada saat dimulai terbitnya Permenkes No 10/2021 yang membagi vaksinasi jadi dua skema, yaitu program bebas biaya dan vaksinasi gotong royong yang ditargetkan untuk badan hukum atau badan usaha.
"Beberapa kemudian, bulan Mei 2021 terbit aturan yang mengubah beberapa pasal dari Permenkes nomor 10 tahun 2021. Yang saya catat pertama, perluasan vaksinasi gotong royong tidak hanya untuk karyawan dari Badan Hukum atau Usaha tapi juga individu lain yang diikut sertakan dalam rangka tanggung jawab sosial perusahaan CSR itu ada di pasal 6 ayat 2," sebutnya.
Kemudian perubahan kedua, lanjut dia, adanya vaksinasi gotong royong yang sebelumnya hanya gunakan satu jenis vaksin. Namun pada Permenkes 18/2021 kembali berubah dimana memungkinkan untuk menggunakan stok vaksin yang sama seperti program vaksin gratis dalam kondisi tertentu.
"Artinya dalam kondisi tertentu yang ditetapkan pemerintah bisa saja dalam badan hukum dan usaha itu menggunakan stok yang sama dengan vaksinasi program yang seharusnya gratis itu ada di Permenkes 18 Tahun 2021," ujarnya.
Hingga pada akhirnya gelombang penolakan terhadap vaksin gotong royong individu atau berbayar itu jadi penolakan saat diterbitkannya duduk aturan pada 5 Juli 2021 yang tertuang dalam Permenkes 19/2021 yang semakin memperluas vaksin gotong royong indvidu tersebut.
"Mungkin kesannya terdengar seperti positif kabar baik ada perluasan jangkauan vaksinasi gotong royong, tapi sebetulnya perluasan jangkauan vaksinasi gotong royong itu punya makna bahwa semakin banyak orang yang bisa mengakses tapi secara berbayar," ungkap dia.
"Ini bertentangan dengan prinsip vaksinasi sebagai publik good barang publik, bahwa sebetulnya akses seluas-seluasnya akses yang diharapkan masyarakat bukan akses secara berbayar tapi secara gratis," lanjutnya.
(mdk/rnd)