Warga Malang kecanduan minuman mirip cairan pencuci piring
Dalam sebulan mereka mampu menjual sekitar 900 botol.
Warga Malang dan sekitarnya sedang kecanduan aneka minuman yang dikemas dalam botol ala cairan pencuci piring. Sekilas sulit dibedakan antara cairan pembersih atau sebagai minuman, mengingat desainnya yang nyaris tidak ada perbedaan.
Bentuk botolnya mirip dengan dengan cairan pencuci piring yang beredar di pasaran. Begitupun juga dengan desain warna sticker dan warna minuman. Yang masih bisa dijadikan pembeda adalah merek atau nama yang sedikit diplesetkan.
-
Apa yang diajarkan kepada para pelaku ekonomi kreatif di Kutai Timur? Puluhan wanita sebagai pelaku ekonomi kreatif di Kabupaten Kutai Timur dibekali dengan ilmu public speaking. Dengan ilmu ini, peserta akan berani tampil dan berbicara di depan umum.
-
Bagaimana IIDI Malang mewujudkan tema "Terus Giat Membangun Kolaborasi"? Ketua IIDI Cabang Malang, Ny. Diyah Himawati Santosa, SE, menjelaskan bahwa tema besar "Terus Giat Membangun Kolaborasi" dari IIDI pusat diwujudkan oleh IIDI cabang Malang dalam penyuluhan bahaya penyalahgunaan narkoba dengan menggandeng berbagai pihak.
-
Bagaimana Sulawesi Utara bisa menggerakkan ekonomi kreatif? Keberhasilan itu, lanjut politukus PDIP ini, karena pihaknya berhasil menjaga harga-harga kebutuhan tetap stabil dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi ."Kemarin juga kita mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat bahwa Sulut bisa menggerakkan ekonomi kreatif yang ada. Jadi bulan Agustus ini pengakuan dari pemerintah pusat bahwa apa yang kita kerjakan selama ini berdampak sangat positif bagi pembangunan Sulut."
-
Bisnis apa yang dijalankan Lesti dan Billar di bidang ekonomi kreatif? Salah satu bisnis utama Lesti & Rizky Billar adalah Leslar Entertainment, sebuah perusahaan di bidang ekonomi kreatif yang mengelola kanal YouTube yang sangat populer dengan jumlah pelanggan yang besar.
-
Bagaimana menurut Anang, Ganjar memimpin industri kreatif? “Dibutuhkan orang yang kuat untuk bisa meng-lead itu semua dengan baik. Dan itu disampaikan dengan lugas banget, disampaikan dengan tepat banget. Memang beliau sangat menguasai creative industy harus ke mana untuk ke depannya,” Anang Hermasyah
-
Mengapa para pelaku ekonomi kreatif di Kutai Timur dilatih public speaking? “Dalam kegiatan ini, peserta akan memberikan suatu pelajaran bagaimana kita bersikap yang baik, bagaimana kita memimpin suatu organisasi, bagaimana kita berbicara di depan umum. Tentunya, hal ini bagian yang akan kita pelajari bersama,” kata Kasmidi.
Contohnya, minuman bersoda diberi nama Sodlight dibuat sangat mirip dengan cairan pencuci piring merek Sunlight. Sementara minuman berbahan susu diberi nama Momo, dibuat sangat mirip dengan cairan pencuci perabot rumah tangga, Mama Lemon.
"Sodlight itu berbahan soda, karena itu diberi nama Sod maksudnya soda, kalau Momo itu maksudnya minumnya dengan dihisap, mo..mo mo... mo....," kata Vialyne Dinata sambil tersenyum di lokasi produksi di Perumahan Griyasanta Ekslusive Malang, Selasa (19/1).
Vialyne, Jonathan Steven, Panji Adhytama, Yosua Halim dan Selvi Hokman adalah orang-orang di balik produksi minuman kreatif dengan kemasan unik ini. Kelimanya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Brawijaya Malang. Kelimanya memberi nama minuman kreasi mereka dengan Magic.Wash (Magic dot Wash). Ide itupun masih belum lama dijalankannya, baru sekitar 4 bulan terakhir.
"Idenya dari tren makanan dan minuman yang disajikan dengan cara unik. Karena yang unik, sekarang lagi dicari," kata Vialyne.
Masyarakat tidak perlu takut mengonsumsi minuman ini. Sebab, bahan yang digunakan aman. Vialyne memaparkan, bahan yang dibutuhkan untuk membuat minumannya mudah dicari di pasaran.
Jenis Sodlight dibuat menggunakan plain soda yang dikombinasi dengan aneka rasa. Mulai dari melon, anggur, stroberi dan jeruk. Sementara untuk Momo, dibuat dari susu sapi segar dengan ditambahkan aneka rasa, seperti rasa taro, cokelat, bublegum dan greentea. "Karena tidak memakai bahan pengawet, minuman hanya tahan 2-4 hari," katanya.
Steven menambahkan, botol kemasan yang mirip dengan botol cairan pencuci piring sengaja dipesan khusus dari sebuah pabrik plastik yang menjadi langganan. Botol itu khusus untuk minuman dan hanya sekali pakai. "Kami menggunakan botol baru, yang pasti aman," jelasnya.
Bisnis mereka selama ini dipromosikan melalui media sosial dan beberapa kali mengikuti pameran. Mereka juga rutin berjualan di arena Car Free Day di Jalan Ijen setiap akhir pekan. "Penjualan sampai Klaten dan Yogyakarta. Pernah ada order dari Kalimantan dan Papua tetapi kami bingung cara mengirimkannya," jelas Steven.
Untuk distribusi ke Klaten dan Yogyakarta, mereka memanfaatkan jasa travel. Barang-barang dimasukkan box dan diberi es, kemudian ditutup secara rapat agar kedap air. Untuk distribusi di dalam kota, mereka menggunakan jasa ojek, bahkan diantarkan sendiri.
Vialyne mengungkapkan, omzet untuk bisnis patungan mereka selama sebulan bisa menembus Rp 13,5 juta. Dalam sebulan mereka mampu menjual sekitar 900 botol Magic dot Wash. Harga jual untuk sodlight Rp 15.000 sementara jenis Momo dijual dengan harga Rp 20.000 per botol.
"Sehari kami menjual maksimal 30 botol. Modalnya awalnya Rp 5 juta secara patungan," katanya.
Rasa unik semakin terasa saat ruang etalase Magic dot Wash dalam bentuk dapur yang dilengkapi tempat pencuci piring. Penjual seolah menjadi tukang cuci di perabot rumah tangga. "Di sini hanya tempat jualan, kalau produksinya di Jalan Cokelat. Ini hanya aksesoris saja," kata Vialyne sambil tertawa.
(mdk/noe)