Warga Singapura diduga lakukan penipuan & penggelapan soal saham
Kuasa hukum PT Pradiksi Gunatama, Ferimon Bakri menjelaskan, kasus itu berawal dari masalah saham pada PT Pradiksi Gunatama dan Senabangun Anekapertiwi, perusahaan perkebunan sawit di Tanah Paser, Grogot, Kalimantan Timur.
Suryo Tan Darren Chen Jia Fu, warga negara Singapura, diduga melakukan penipuan dan penggelapan saham milik PT Pradiksi Gunatama. Kepolisian diminta segera mengusut dugaan tersebut.
Kuasa hukum PT Pradiksi Gunatama, Ferimon Bakri menjelaskan, kasus itu berawal dari masalah saham pada PT Pradiksi Gunatama dan Senabangun Anekapertiwi, perusahaan perkebunan sawit di Tanah Paser, Grogot, Kalimantan Timur.
Awalnya, kata dia, pihak perusahaan memberi sejumlah uang kepada Suryo Tan untuk pembelian saham. Namun, uang ternyata digelapkan dan diduga dialihkan ke istri Suryo berinisial CS.
"Klien saya telah dirugikan Suryo Tan secara materi sebesar Rp 64,5 miliar melalui permainan sahamnya. Suryo Tan dan istrinya ini bahaya sekali spesialis penipuan dan penggelapan. Pria warga negara Singapura tersebut sekarang statusnya sudah dinaikkan menjadi tersangka per 5 September 2016," kata Ferimon , Kamis (6/10).
Ferimon juga meminta kepolisian tidak mengintervensi kasus yang menimpa kliennya. "Kami sudah buat surat tembusan ke Kapolri dan pihak terkait agar serius menumpas kejahatan," ujarnya.
Selain melakukan penipuan dan penggelapan, lanjut dia, saat ini anak buah Suryo Tan justru membuat direksi tandingan di perusahaan tersebut setelah menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS). Tetapi, RUPS yang dilakukan 5 September 2016 tanpa kehadiran pemilik saham mayoritas dan tidak memenuhi kuorum. Sehingga dampaknya, para karyawan juga merasa khawatir.
Legal PT Pradiksi Gunatama, Ardi Noor menambahkan, direksi tandingan itu tidak kuat. Sebab, menggelar RUPS hanya berdasar surat PN Jaksel yang memerintahkan menggelar RUPS luar biasa. Padahal diyakini surat tersebut sarat kepentingan dan masih melakukan perlawanan hukum di Mahkamah Agung.
"Urusan pengadilan hanya mengizinkan dan menyelenggarakan RUPS luar biasa tapi mereka bongkar pintu, ganti kunci, bongkar kunci penampungan BBM. Ini pidana murni. Kekhawatiran kami, aparat kepolisian di Kaltim yang harusnya mengayomi digunakan sebagai alat untuk mengintimidasi. Padahal persoalan ini masih belum tuntas," terang Ardi.