Wujudkan Konsep Omnibus Law, Pemerintah Perlu Lembaga Pusat Legislasi Nasional
Dua kali Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya melaksanakan omnibus law sebagai kunci Indonesia maju. Pertama saat Jokowi pidato sumpah jabatan pada sidang MPR beberapa waktu lalu, kemudian yang kedua usai melantik para menteri yang duduk di Kabinet Indonesia Maju.
Dua kali Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya melaksanakan omnibus law sebagai kunci Indonesia maju. Pertama saat Jokowi pidato sumpah jabatan pada sidang MPR beberapa waktu lalu, kemudian yang kedua usai melantik para menteri yang duduk di Kabinet Indonesia Maju.
Pakar Hukum Tata Negara Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. menuturkan, dalam dunia ilmu hukum konsep omnibus law atau omnibus bill merupakan suatu konsep produk hukum (bill) sapu jagat yang berfungsi untuk mengkonsolidir berbagai tema, materi, subjek dan peraturan perundang-undangan pada setiap sektor yang berbeda untuk menjadi satu produk hukum besar dan holistik (umbrella act).
-
Apa kritik Cak Imin terhadap UU Omnibus Law Ciptaker terkait investasi? "Perizinan dan pelayanan untuk membuka investasi dari dulu sampai kita buat UU Omnibus Law. Itupun belum ada follow up untuk bagaimana investasi cepat dan efektif dan memberi rasa nyaman kepada investor dalam negeri maupun luar negeri," ujarnya dalam dialog interaktif Cawapres di TvOne, Rabu (6/12).
-
Mengapa Cak Imin menilai UU Omnibus Law Ciptaker belum berhasil membuka investasi dengan cepat? Calon Wakil Presiden nomor urut satu, Muhaimin Iskandar mengkritik UU Omnibus Law Cipta Kerja belum bisa membuka investasi secara cepat dan efektif. Padahal, menurut politikus yang akrab disapa Cak Imin ini, investasi harus tumbuh dengan pelayanan yang baik. Saat ini meski sudah ada UU Omnibus Law Cipta Kerja, Cak Imin melihat belum terjadi investasi yang cepat, efektif dan memberi rasa nyaman kepada investor dalam dan luar negeri.
-
Apa yang diatur oleh dasar hukum pemilu di Indonesia? Pemilihan umum (Pemilu) menjadi salah satu sarana dalam mewujudkan sistem demokrasi di Indonesia. Melalui proses pemilihan ini, rakyat Indonesia memiliki hak untuk menentukan wakil-wakil mereka yang akan memimpin negara dan membuat kebijakan.
-
Siapa yang mengkritik UU Omnibus Law Ciptaker belum bisa membuka investasi secara cepat? Calon Wakil Presiden nomor urut satu, Muhaimin Iskandar mengkritik UU Omnibus Law Cipta Kerja belum bisa membuka investasi secara cepat dan efektif.
-
Apa yang diatur dalam Pasal 10A Undang Undang Pemilu terbaru? Pengaturan mengenai mandat pembentukan KPU, mulai pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan KPU Provinsi di provinsi masa transisi serta mekanisme Pengangkatan untuk pertama kali.
-
Bagaimana PLN memastikan kontrak kerja sama yang terjalin dengan mitra investor bisa memberikan kepastian? Kunci penting langkah ini, PLN bersama mitra selalu memetakan rencana kerja yang reliable dan juga mitigasi risiko, sehingga dalam pelaksanaan pengembangan sektor kelistrikan mampu mendorong iklim investasi yang menarik bagi para investor.
Konsekuensi yuridisnya sesuai teori perundang-undangan ketika produk hukum itu diundangkan, maka membatalkan beberapa aturan hasil penggabungan atau kompilasi, serta substansi materinya dinyatakan tidak berlaku lagi, baik sebagian maupun keseluruhan dari materi muatan undang-undang itu. Fahri menyebut inilah hakikat dari consolidation law.
"Bahwa dengan mencermati berbagai problem hiper regulasi di Tanah Air, terlepas dari 74 undang-undang penghambat investasi dengan kata lain, omnibus law dengan amandemen pasar di 74 UU sektoral. Hal tersebut dapat dipandang tidak holistik jika penataan regulasi hanya disasar pada perundang-undangan di sektor ekonomi saja, tapi ideal jika rencana penataan serta konsolidasi hukum dengan konsep omnibus law ini dapat didesain untuk suatu proyeksi penataan hukum nasional secara keseluruhan dengan membentuk lembaga khusus pusat legislasi nasional, sebagaimana pernah dijanjikan Jokowi saat penyampaian visi-misi beliau pada saat debat Capres," ujar Fahri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/10).
Fahri melanjutkan, secara yuridis memang terdapat beberapa persoalan hukum tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, seperti masalah sinkronisasi dan tumpang tindih antara peraturan-perundang undangan, baik secara horizontal yaitu antara UU yang satu dan UU sektoral lainnya di level pusat, maupun produk hukum tingkat daerah melalui Perda yang saling bertabrakan dengan UU. Begitu juga otoritas pembentukan UU oleh berbagai instansi pemrakarsa, mulai dari Kemenkum HAM, Baleg DPR maupun perangkat-perangkat teknis lainnya sebagaimana diatur dalam UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan.
"Bahwa metode yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi berbagai produk peraturan perundang-undangan yang sangat rumit dan kompleks itu dapat digunakan suatu model sistem audit elektronik dari semua produk perundang-undangan tersebut, sehingga bisa diketahui dan dimengerti oleh semua pihak seperti jumlah UU, PP, Perda dan Perpres mengenai tanah, pajak, serta hutan yang cukup banyak dan sistemik itu. Bahwa dalam keadaan normal dan konvensional pasti sangat sulit dikerjakan, jadi kita memerlukan sistem audit norma hukum dengan memanfaatkan jasa teknologi yang berbasis IT," tandas Fahri.
Disebutkan Fahri, bahwa melalui instrumen omnibus law yang merupakan beleid penggabungan dan konsolidasi sejumlah peraturan (reggeling) menjadi satu UU sebagai payung hukum baru tersebut, maka pemerintah bisa membangun suatu sistem yang dapat menata ulang perundang-undangan di Indonesia yang lebih akuntabel dan kredibel, serta berdaya guna dan berhasil guna.
Melalui instrumen omnibus law, pemerintah diharapkan tidak hanya terfokus pada sektor investasi dan pajak semata, melainkan menyisir pada semua bidang seperti HAM, sistem Pemilu, dan lingkungan hidup dan lain-lain. Karena, kata Fahri, konsep bernegara kita bukan hanya untuk investasi, namun membangun kesejahteraan dan keadilan bagi semua, termasuk sistem demokrasi dan pendidikan secara keseluruhan.
"Bahwa secara komparatif dan kajian ilmu hukum tata negara, mekanisme omnibus law atau omnibus bill pernah dilakukan oleh Irlandia untuk melakukan perampingan peraturan perundangan yang dilakukan hanya lewat satu UU omnibus law dan dapat menghapus sekitar kurang lebih 3.225 UU, dan Irlandia dianggap sebagai rekor dunia capaian terbesar dalam praktik omnibus law," papar Fahri.
Fahri menjelaskan berdasarkan data ada sekitar kurang lebih 62 ribu regulasi yang tersebar di berbagai lembaga sektoral, yang potensial menghambat gerak maju pembangunan nasional. Untuk menyikapi hal tersebut, kata dia, diperlukan suatu terobosan hukum yang mendasar, futuristik, terukur dan sistematis.
"Yang salah satunya melalui mekanisme Beleid omnibus law tetapi harus terkelola secara sistemik dan hati-hati, sebab tentu hal ini mempunyai implikasi secara teknis ketatanegaraan. Untuk itu dibutuhkan suatu Badan Khusus Pusat Legislasi Nasional yang kredible dan kapabel, agar kebijakan konsolidasi norma dan UU dapat dilakukan secara terencana dan tepat sasaran, sehingga keadaan hiper regulasi dapat diatasi," tandas Fahri.
Jika kebijakan instrumen omnibus law dapat direalisir, kata Fahri, maka langkah selanjutnya adalah melakukan revisi terhadap instrumen hukum UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Karena ada beberapa konsekuensi teknis jika pemerintah harus mengadopsi konsep omnibus law, kerena struktur perundang-undangan di Indonesia secara teori belum mengatur secara spesifik tentang konsep ini," tukas dia.
Disebutkan Fahri, memang ada problem baik secara teori maupun yuridis berkaitan dengan kedudukan UU omnibus law nantinya, kerena konsep UU omnibus law belum diatur dalam UU nomor 15/2019 Jo. UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Menurutnya, jika menggunakan pendekatan sistem perundang-undangan nasional, maka UU omnibus law dapat dikualifikasi sebagai UU payung (umbrella act) karena mengatur secara menyeluruh dan mempunyai daya ikat terhadap aturan yang lain.
"Tetapi Indonesia tidak mengenal UU payung, sebab struktur perundang-undangan di indonesia semua UU organik sama derajat dan daya ikatnya. Untuk kepentingan itu, maka untuk mengakomodir pengaturan tentang konsep omnibus law perlu diatur dengan melakukan revisi terhadap UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sehingga mempunyai legitimasi secara yuridis. Hal ini penting dilakukan untuk mengantisipasi berbagai upaya hukum oleh pihak pihak dengan mempersoalkan di Mahkamah Konstitusi kelak," katanya.
Fahri mengingatkan Indonesia pernah mengeluarkan kebijakan hukum yang berkonsep seperti omnibus law seperti, TAP MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPR Sementara dan Ketetapan MPR RI tahun 1960, yang pada pokoknya mengatur perihal TAP MPR mana saja yang dinyatakan berlaku dan tidak berlaku lagi.
"Konsep omnibus law pemerintah harus didukung dalam rangka penataan sistem hukum dan pembangunan hukum yang konstruktif dan sejalan dengan prinsip konstitusionalisme," tutup Fahri Bachmid.
Baca juga:
Jadi Menko Perekonomian, Ini Fokus Kerja Airlangga
NasDem Dukung Omnibus Law Masuk Prolegnas
Penerapan Omnibus Law Dinilai Beri Kepastian Hukum ke Investor
Menko Darmin: Penerapan Omnibus Law Tunggu Disahkan Jokowi
Pemerintah Siapkan Omnibus Law Permudah Investasi di Tanah Air
Butuh Omnibus Law, Pemerintah Nilai Iklim Investasi Properti RI Tak Menarik