5 Kritik ke Jokowi soal konflik Laut China Selatan
Dalam konflik Laut China Selatan, Jokowi yakin Indonesia bisa membantu menyelesaikan masalah dengan cara diplomasi.
Capres Joko Widodo (Jokowi) menilai Indonesia tak memiliki alasan atau kepentingan apapun untuk terlibat dalam proses perdamaian konflik Laut China Selatan. Menurutnya, sengketa wilayah tersebut hanya antara China dengan Filipina.
Meski Jokowi menyebut Indonesia tak berkepentingan di situ, namun bisa saja masuk dan berperan untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa.
"Tapi perlu kita amati, perlu kita cek, apakah kita masuk ke sebuah konflik, yang justru membuat kita berhubungan tidak baik dengan salah satu blok atau tidak," ujar kata Jokowi dalam debat capres, Minggu (22/6).
Gubernur DKI Jakarta non-aktif itu melanjutkan, kalau Indonesia yakin bisa memberi jalan keluar dengan strategi diplomasi, maka harus masuk. Sebaliknya, kalau tidak yakin bisa masuk lebih baik tidak usah ikut-ikutan.
"Tetapi yang jelas masalah nasional kita menjadi nomor satu. Kita ingin masuk ke kawasan regional dengan catatan-catatan kita bisa ikut menyelesaikan masalah-masalah itu," ujarnya.
Pernyataan Jokowi tersebut dianggap tidak selaras dengan kenyataan yang ada. Sejumlah pihak mengkritik Jokowi. Berikut ulasannya:
-
Kenapa Prabowo Subianto begitu rileks menghadapi debat capres? "Beliau sangat rileks, sangat santai menghadapi debat ini, karena kan memang materinya beliau pasti sangat mengetahui dan menguasai ya," Habiburokhman menandasi.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Apa yang dibahas Prabowo dan Jokowi saat bertemu? Juru Bicara Menteri Pertahanam Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut, pertemuan Prabowo dengan Jokowi untuk koordinasi terkait tugas-tugas pemerintahan. "Koordinasi seperti biasa terkait pemerintahan," kata Dahnil saat dikonfirmasi, Senin (8/7). Dia menjelaskan, koordinasi tugas tersebut mencakup Prabowo sebagai Menteri Pertahanan maupun sebagai Presiden terpilih 2024-2029.
-
Siapa saja yang ikut berdebat di debat capres ketiga? Debat akan menghadirkan seluruh kandidat calon presiden, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
-
Apa yang dibicarakan Prabowo dan Jokowi? Saat itu, mereka berdua membahas tentang masa depan bangsa demi mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.
-
Kapan debat capres ketiga ini diadakan? Debat ketiga Pilpres akan digelar malam ini di Istora Senayan, Minggu (7/1).
Jokowi tak bisa jawab masalah krusial
Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, Jokowi tidak paham konteks pertanyaan dari Prabowo Subianto soal konflik Laut China Selatan. Fadli menilai, Jokowi tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut. Karena seharusnya permasalahan ini menjadi juga tanggung jawab negara.
"Laut China Selatan, Jokowi tidak mampu menjawab itu. Itu masalah krusial. Tidak bisa konfrontatif," kata Fadli.
Fadli mengatakan, seharusnya Indonesia mengambil peran memimpin untuk menyelesaikan sengketa ini di negara-negara ASEAN. "Tapi kita harus engage (terlibat). Kita harus ambil inisiatif sebagai leader baru, bernegosiasi. Ini harus kita hadapi. Engagement bukan confront," ujarnya.
Jawaban Jokowi enggak nyambung
Ketua Tim Pemenangan Prabowo - Hatta, Mahfud MD mengkritisi jawaban Jokowi soal sengketa Laut China Selatan. Menurutnya, Jokowi yang selama ini dianggap mengerti soal-soal praktis, namun tidak mengerti banyak soal politik internasional.
"Ditanya Laut China Selatan, karena dia tidak mengerti Laut China Selatan itu ada kasus apa, jawabnya enggak nyambung, malah umum sekali," kata Mahfud kepada wartawan.
Salah besar remehkan konflik Laut China Selatan
Juru Bicara Timnas Prabowo - Hatta yang juga pengamat Internasional Bara Hasibuan menyatakan pernyataan Jokowi soal konflik Laut China Selatan salah besar.
"Ini salah besar. Jokowi mungkin merujuk pada pengertian selama ini bahwa Indonesia bukan merupakan direct claimant, negara yang mempunyai klaim langsung terhadap salah satu wilayah di Laut China Selatan dan hanya negara ASEAN seperti Filipina dan Vietnam saja yang punya klaim terkait konflik itu," terang Bara dalam rilis yang diterima merdeka.com.
Lanjutnya, apabila ketegangan di Laut China Selatan mengalami eskalasi yang melibatkan beberapa negara ASEAN, tentu saja akan berdampak pada stabilitas di kawasan Asia Tenggara, yang secara otomatis memiliki dampak langsung bagi Indonesia.
Dengan demikian, menurut Bara, penting bagi Indonesia untuk berperan aktif mencari penyelesaian damai di Laut China Selatan.
"Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, kita punya tanggung jawab dan kepentingan langsung di Laut China Selatan. Dan sebetulnya pemerintahan SBY sudah melakukan itu dengan mendorong ditandatanganinya sebuah declaration on the conduct of parties antara ASEAN dan China yang menekankan pada penyelesaian damai di Laut China Selatan," ujarnya.
Jokowi salah fatal
Jubir Timses Prabowo-Hatta, Dradjad Wibowo mengatakan, ketidakpahaman Jokowi dalam sengketa Laut China Selatan itu adalah kesalahan fatal. Menurut dia, seorang capres harus paham isu geopolitik yang dinilainya sangat krusial itu.
"Jokowi membuat berbagai kesalahan fatal. Soal Laut China Selatan, Jokowi ternyata tidak paham Laut China Selatan adalah isu geopolitik yang sangat krusial di kawasan ini, dan ada di jantung perbedaan dalam Asean," kata Dradjad kepada merdeka.com.
Pulau Natuna diklaim China
Masih menurut Dradjat, kepentingan nasional Indonesia di wilayah yang disengketakan oleh Vietnam, China dan Taiwan itu ikut terseret. Namun dalam debat semalam, Jokowi mengatakan kedaulatan Indonesia tidak terganggu.
Di dalam perairan Laut China Selatan, ada Pulau Natuna yang juga ikut diklaim ketiga wilayah tersebut. Meskipun Dradjad mengakui, Indonesia tidak ikut terhadap konflik saling klaim negara-negara yang bersengketa itu.
"Kepentingan Nasional Indonesia ikut terseret karena sebagian Natuna juga diklaim negara lain. Indonesia tidak menjadi claimant, sehingga bisa menjadi mediator dalam regional disputed (sengketa) ini," tegas dia.
Karena itu, dia mengkritik keras pernyataan Jokowi soal Indonesia yang tidak punya dampak soal sengketa di Laut China Selatan tersebut. Jika sengketa ini dibiarkan, Dradjad memprediksi, Indonesia bisa kehilangan kedaulatan di wilayah Laut China Selatan.
"Salah besar dan sangat rugi jika Indonesia menarik diri dari penyelesaian Laut China Selatan seperti yang disampaikan Jokowi kemarin," pungkasnya.