Anggota DPR Dorong RUU PKS Segera Disahkan agar Tren Kekerasan Seksual Menurun
Hal itu dikatakan Diah terkait semakin maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di beberapa daerah.
Anggota Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka mengatakan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) perlu segera disahkan menjadi UU agar tren kasus kekerasan seksual dapat diturunkan.
"RUU P-KS sudah akan dibahas di Baleg sebagai RUU prioritas di Prolegnas 2022, harapannya tahun depan RUU tersebut dapat disahkan agar tren kasus kekerasan seksual dapat diturunkan," kata Diah Pitaloka di Jakarta, Selasa.
-
Apa yang diharapkan oleh DPR terkait korban pelecehan seksual? Dia juga berharap agar korban berani bersuara saat terjadi pelecehan seksual, termasuk yang terjadi di Sulbar.
-
Bagaimana DPR ingin memastikan kasus pelecehan seksual di Sulbar diselesaikan? Karena kasus ini diduga melibatkan oknum pejabat lembaga daerah, maka saya minta semua pihak, terutama kepolisian, agar berkoordinasi dalam penyelesaian kasus ini. Kita pastikan kasus ini berjalan tanpa adanya intervensi," tuntasnya.
-
Bagaimana cara Fakultas Filsafat UGM menangani kasus pelecehan seksual? Pada prinsipnya Fakultas Filsafat UGM konsisten untuk penanganan kasus-kasus kekerasan seksual. Laporan tentang adanya korban dan lain sebagainya belum ada," urai Iva.
-
Mengapa DPR mendorong pembuatan aturan khusus untuk mencegah pelecehan seksual di lingkungan ASN? Hal ini berkaca dari dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum pejabat di Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Barat (Sulbar) terhadap salah seorang pegawai di tempat tersebut.
-
Apa bentuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa filsafat UGM? Dalam video itu, si pria mengaku ada delapan orang korbannya. Pria itu juga meminta maaf atas kekerasan seksual baik secara fisik maupun verbal yang telah dilakukannya.
-
Kenapa RPP itu penting? RPP memberikan panduan yang jelas bagi guru tentang apa yang harus diajarkan, bagaimana itu akan diajarkan, dan apa yang diharapkan dicapai oleh siswa. Hal ini membantu guru untuk menyusun dan menyampaikan materi pembelajaran dengan cara yang terstruktur dan terorganisir.
Hal itu dikatakan Diah terkait semakin maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di beberapa daerah. Misalnya perkosaan dan pelecehan oleh sepuluh orang terhadap seorang anak perempuan 16 tahun di Tasikmalaya menambah deretan panjang kekerasan seksual yang seringkali menjadikan perempuan dan anak sebagai korban.
Dia menilai kekerasan terhadap anak di bawah umur sejatinya sudah merupakan tindak pidana seperti yang diatur dalam KUHP maupun dalam UU Perlindungan Anak.
Namun, menurut dia, masih maraknya perilaku serupa menunjukkan adanya masalah yang lebih fundamental sebagai akar munculnya kasus kekerasan seksual.
"Kekerasan seksual merupakan problem psikologis, sehingga 'treatment' yang perlu diberikan pada masyarakat untuk mengurangi tindak kekerasan seksual tidak dapat hanya berupa hukuman pidana ketika pelaku kekerasan sudah tertangkap," ujarnya.
Menurut dia, dalam keadaan darurat kekerasan seksual seperti saat ini, langkah-langkah preventif untuk mencegah serta rehabilitatif agar pelaku tidak mengulang tindakan serupa menjadi penting.
Dua hal tersebut, menurut dia, masih belum mendapat porsi dalam peraturan perundang-undangan yang ada karena itu diperlukan RUU P-KS untuk mengatasi persoalan tersebut.
"Hal ini sangat penting untuk dapat menciptakan rasa aman bagi seluruh warga negara Indonesia untuk terlepas dari ancaman kekerasan seksual," katanya.
Diah berharap saat RUU P-KS sedang dalam proses pembahasan, kasus-kasus kekerasan seksual dapat memperoleh proses keadilan maksimal dalam proses penegakan hukum.
Oleh karena itu, politikus PDI Perjuangan tersebut meminta pelaku dihukum seberat-beratnya dan meminta kepala daerah untuk berkomitmen membangun kesadaran dan dorongan untuk mencegah kekerasan seksual sebagai program penyelenggaraan pemerintah daerah.
(mdk/ray)