Anomali merosotnya elektabilitas partai pendukung Jokowi
Anomali merosotnya elektabilitas partai pendukung Jokowi. Sejak jauh hari, empat partai yakni Golkar, NasDem, Hanura dan PPP telah mendeklarasikan diri dukung Joko Widodo di Pemilu 2019. Selain karena dianggap sukses, ketokohan Jokowi dianggap bisa mendongkrak elektabilitas partai pendukung.
Sejak jauh hari, empat partai yakni Golkar, NasDem, Hanura dan PPP telah mendeklarasikan diri dukung Joko Widodo di Pemilu 2019. Selain karena dianggap sukses, ketokohan Jokowi dianggap bisa mendongkrak elektabilitas partai pendukung.
Sayang, harapan partai pendukung Jokowi itu justru berbanding terbalik dengan hasil survei elektabilitas parpol yang dikeluarkan oleh lembaga survei SMRC. Empat partai pendukung malah merosot, berbanding terbalik dengan PDIP, sang 'pemilik' Jokowi.
Pengamat politik dari Unpad Muradi juga melihat terjadi keanehan, karena rupanya elektabilitas partai pendukung Jokowi malah merosot. Jika soal elektabilitas PDIP, dia memaklumi.
Pertama, PDIP dilihat konsisten sebagai partai pemerintah. Salah satunya dalam isu Pansus angket KPK. Meskipun ada penolakan, KPK dianggap berhasil membuka mata publik, ada sejumlah kejanggalan di internal KPK.
"Itu dan figur Bu Mega, Pak Jokowi, saya kira perlu dipahami, Pak Jokowi itu PDIP, PDIP itu ya Jokowi, buat saya sederhana sekali," kata Muradi saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (6/10) sore kemarin.
Pada Pemilu 2014, PDIP meraup suara 18,95 persen. Sementara hasil survei SMRC terbaru yang dilakukan awal September kemarin elektabilitas PDIP mencapai 27,1 persen.
Sementara Golkar pada 2014 lalu mendapat 14,75 persen, di survei SMRC hanya 11,4 persen. Muradi pun menganalisa penurunan Golkar ini.
"Kalau Golkar kan faktor Setya Novanto, dianggap punya keinginan menjadi orang yang mau melawan hukum," kata Muradi.
Partai pendukung Jokowi berikutnya yang merosot versi SMRC adalah NasDem. Partai pimpinan Surya Paloh ini bahkan tak lolos parliamentary threshold karena hanya mendapatkan suara 2,4 persen. Pada Pemilu 2014 lalu, NasDem mendapatkan suara sebanyak 6,72 persen.
Hampir sama dengan Golkar, Muradi melihat, faktor penurunan NasDem karena perilaku yang selama ini ditunjukkan oleh para elitenya.
"NasDem dengan berbagai manuvernya, punya potensi merusak hukum, soal kejaksaan, jaksa agungnya dari orang partai, publik melihat itu," kata dosen FISIP Unpad ini.
Begitu pula dengan PPP, partai ini kini tengah berkutat dengan masalah internalnya. Di satu sisi ada kubu Romahurmuziy. Di sisi lain, ada kubu mantan Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz yang masih ngotot merasa berhak atas kepengurusan PPP.
PPP versi SMRC hanya memperoleh 4,3 persen suara. Sementara pada Pemilu 2014 lalu, partai pimpinan Suryadharma Ali kala itu meraup suara 6,53 persen.
Partai lainnya yakni Hanura, dia menambahkan, semenjak dipegang Oesman Sapta Odang (OSO), bisa dibilang tidak ada perubahan yang nyata. Terlebih, Hanura kini hanya menjadi partai yang paling kecil suaranya di DPR.
Pada Pemilu 2014 lalu, Hanura mendapatkan 5,26 persen. Namun versi lembaga survei SMRC, partai pimpinan OSO ini cuma dapat 1,3 persen.
"Hal lain karena enggak terlalu besar jadi tidak mempengaruhi betul. Itu yang saya kira posisi NasDem dan Hanura menjadi tidak cukup besar," analisa Muradi lagi.
Sementara elektabilitas Jokowi sendiri masih dianggap batas yang baik. Meskipun, dalam beberapa bulan belakangan, pemerintahan Jokowi sering diterpa isu miring.
Dalam survei SMRC, elektabilitas Jokowi sebesar 38,9 persen. Sementara persaing terberatnya yakni Ketum Gerindra Prabowo Subianto jauh di bawahnya dengan besara 12 persen saja.
"Bulan September kemarin itu luar biasa, tiap bulan ada saja isunya, yang dibilang pro China, PKI, anti Islam, kemudian banyak yang mengganggu pemerintahan beliau, 38 persen itu kalau menurut saya sudah cukup baik. Karena dengan masalah bertubi-tubi, juga dilakukan oleh orang-orang di lingkaran beliau, maka agak rumit," kata Muradi.
Baca juga:
Sekjen PDIP ungkap 'senjata utama' tinggalkan jauh Golkar dan Gerindra di survei
Politisi PKS duga Jokowi minta Jenderal Gatot dekati umat Islam demi 2019
Gerindra yakin Prabowo menang Pilpres 2019
Menatap Pilpres 2019, melirik Jenderal Gatot
KPU sebut parpol lama hanya diverifikasi faktual di Kaltara
KPU tak akan beri toleransi parpol yang kurang dokumen saat mendaftar
Ini cara PDIP jaga tren positif elektabilitas Jokowi
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Kapan Presiden Jokowi meresmikan Bandara Panua Pohuwato? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato di Provinsi Gorontalo.
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.