Beda sikap generasi muda dan tua Golkar usai Setnov jadi tersangka
Partai Golkar mengatur strategi usai Ketua Umum mereka, Setya Novanto ditetapkan tersangka oleh KPK terkait kasus korupsi e-KTP. Namun ternyata terjadi perbedaan pendapat antara generasi tua dan muda dalam menanggapi permasalahan ini.
Partai Golkar mengatur strategi usai Ketua Umum mereka, Setya Novanto ditetapkan tersangka oleh KPK terkait kasus korupsi e-KTP. Namun ternyata terjadi perbedaan pendapat antara generasi tua dan muda dalam menanggapi permasalahan ini.
Generasi tua memutuskan untuk terus mempertahankan Novanto sebagai pemimpin partai. Bahkan mereka memastikan tidak akan ada Musyawarah Nasional Luar Biasa untuk mengganti Ketua DPR itu.
Namun, Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) meminta Novanto mengundurkan diri dari jabatannya. Menurut anggota GMPG Siradjuddin Abdul Wahab, hal itu dilakukan untuk mempercepat Munaslub, memilih ketua umum yang baru.
"Kita meminta untuk Setya Novanto mundur dan juga meminta Munaslub untuk mempercepat. Kami akan road show baik dalam kelembagaan internal maupun eksternal. Nanti akan kita tindak lanjuti ke mahkamah partai berkaitan dengan permintaan kita untuk ketua umum meletakkan jabatannya," kata Siradjuddin, di Senayan, Jakarta Pusat, (19/7).
Mereka juga meminta KPK untuk segera menahan Novanto. Usai lembaga antirasuah itu menetapkan Ketua Umum Golkar tersebut sebagai tersangka kasus e-KTP.
"Kami minta pada KPK saudara Setya Novanto sudah harus ditahan dan kami seluruh kader muda Golkar mendukung kerja KPK," kata anggota GMPG Mizwar Bz Vaully.
Mizwar meminta agar Novanto bisa ditangkap dalam kurun waktu 24 jam. Selain itu dia juga meminta agar Novanto bisa segera mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR dan juga Ketua Umum Golkar.
"Kami juga minta Setya Novanto untuk mundur karena ini berdampak buruk. Kalau bisa Setya Novanto ditangkap dalam waktu 24 jam," tegasnya.
Pandangan berbeda disampaikan Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid. Nurdin mengatakan DPP Partai Golkar tak akan menggelar munaslub. Sebab ada aturan hasil Rapimnas yang menyepakati tak akan adanya munaslub.
"Di awal tahun 2016 dengan dilakukan rapat sinkronisasi nasional salah satu (hasilnya) ada tidak berkendak untuk melakukan munaslub," katanya di DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Selasa (18/7).
Usai melaksanakan rapat sinkronisasi nasional tersebut, para ketua DPD melakukan silaturahmi yang juga mengusulkan keputusan serupa. Keputusan pada Rapimnas 2017 juga kembali dibahas bahwa tak akan ada pelaksanaan munas luar biasa.
"Kemudian juga pada Rapimnas juga telah ditetapkan hal yang sama sebab Rapimnas keputusan tertinggi setelah munas," ujar Nurdin.
Itulah yang menjadi dasar tak dilaksanakannya munaslub pasca penetapan tersangka Setya Novanto. "Itulah yang mendasar. Itu kondisi objektif," tegasnya.
Sementara itu dari segi subjektif, saat ini Partai Golkar tengah menghadapi persiapan pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2018 dan Pileg 2019. Berbagai persiapan tersebut memerlukan waktu satu tahun sebelum pelaksanaan.
Nurdin mengatakan, untuk pelaksanaan Pilkada serentak persiapan dilakukan sejak pertengahan tahun 2017. Sementara untuk pelaksanaan Pileg 2019 persiapan dilakukan sejak tahun 2018.
Bila kegiatan Munaslub dilakukan tahun ini, pihaknya khawatir akan mengganggu jalannya proses politik yang telah terencana sedemikian rupa.
"Sehingga kalau ada munaslub akan mengganggu untuk pemenangan Pilkada serentak dan Pileg 2019," tandasnya.
Bahkan, Ketua Bidang Polhukam DPP partai Golkar Yorrys Raweray menilai, proses hukum Novanto masih berjalan sangat panjang. Dia mengaku ada strategi tengah disusun internal partai dalam menangani kasus ini.
"Ini kan proses hukum masih panjang. Kita ada strategi di dalam," kata Yorrys.
Meski begitu, dia membantah bila sikap diambil Golkar ini sebagai wujud mempertahankan jabatan Setya Novanto. Sebab, Partai Golkar menganut sistem asas praduga tak bersalah. Apalagi penetapan tersangka dalam kasus e-KTP baru dikeluarkan pada Senin lalu.
"Siapa yang pertahankan? Tidak ada yang pertahankan. Ini kan status hukum baru tersangka, baru ditetapkan kemarin," ujarnya.
Dalam kasus ini, Golkar tidak pernah berpikiran bahwa pemimpinnya bakal mendekam di balik jeruji besi. Baginya terpenting menguatkan konsolidasi internal. "Jangan berandai-andai (Setnov masuk penjara) dulu. Ada yang tersangka tapi sampai sekarang belum di tahan. Ada mekanisme," terangnya.
Sebelumnya diketahui, Setya Novanto diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya, sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun.
Dia disangkakan melanggar pasal 3 atau pasal 2 ayat 1 UU No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, sebelumnya KPK telah menetapkan tiga tersangka yaitu Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman saat ini kasusnya sudah dalam proses persidangan. Kemudian Pejabat Pembuat Komitmen Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto juga telah melalui proses persidangan.