Calon lawannya dinyatakan gugur, Risma sebut KPU Surabaya aneh
KPU Surabaya seharusnya memberikan surat resmi mengenai kekurangan-kekurangan administrasi yang tidak lengkap.
Wali kota Surabaya, TRI Rismaharini menyebut keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya, Jawa Timur, aneh. Jika hanya karena alasan surat dukungan partai yang tidak identik dan masalah pajak, KPU tidak bisa serta merta memutuskan berkas Rasiyo-Dhimam Abror tidak memenuhi syarat (TMS).
Menurut Risma, jika memang berkas pasangan calon lawannya itu TMS, harusnya KPU sudah memberitahukan ketidaksesuaian tersebut agar bisa segera direvisi. Namun, nyatanya itu tidak dilakukan oleh KPU. Ini yang membuat calon dari PDIP mengaku heran dengan putusan KPU, Minggu kemarin.
"Ini ada yang aneh. Seminggu lalu, aku masih diminta perbaikan dokumen. Padahal aku sudah sekian lama mendaftar. Kemarin disuruh memperbaiki lagi," aku Risma, Senin (31/8).
Lagi-lagi, Risma mengatakan, aneh. "Jika berkas calon (Rasiyo-Abror) tak lengkap, kenapa tidak segera dilengkapi. Aneh, kenapa kok gak dilengkapi. Kenapa yang disuruh melengkapi hanya saya? Padahal masing-masing calon punya LO (Liasion Officer)," ucapnya sembari terus mengatakan aneh.
Terkait masalah rekomendasi DPP Partai Amanah Nasional (PAN) yang dinyatakan KPU tidak identik, mantan Kepala Bappeko Kota Surabaya ini mencontohkan dalam proses turunnya rekomendasi seperti yang dia peroleh dari PDIP, ada tiga lembar surat dengan tanggal dan tanda tangan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri. "Aku sendiri ada tiga, tanggalnya sama, tanda tangannya ya Bu Mega, tapi mesti materinya beda. Kalau sama difoto copy materainya," katanya lagi.
Sedangkan masalah wajib pajak Dhimam Abror yang juga dipersoalkan KPU, Risma mengatakan, secara prosedural, seluruh pendapatan yang diperoleh yang bersangkutan, baik dari Kadin (Kamar Dagang dan Industri) maupun KONI Jawa Timur, langsung dipotong pajak, dan tiap tahun juga harus melaporkan harta kekayaannya. "Aku cuma nanya, karena selama ini kalau dapat honor langsung dipotong pajak. Pak Abror itu kan menjabat di KONI, saat terima gaji kan sudah langsung dipotong. Ini aneh," ucapnya lagi.
Terpisah, calon wali kota Rasiyo yang diusung Partai Demokrat juga mengatakan hal senada. Rasiyo mengatakan, keputusan KPU Surabaya pada Minggu kemarin, patut dipertanyakan.
"Sebab, hal-hal sepele kenapa justru terkesan pokok. Seperti untuk laporan pajak dan sebagainya untuk Pak Abror. Untuk mengurus itu semua butuh waktu lama. Sementara pihak KPU tidak memberikan pemberitahuan secara resmi, tiba-tiba memutuskan tidak sah," keluh Rasiyo.
Seharusnya, lanjut Rasiyo, KPU harus memberikan surat resmi mengenai kekurangan-kekurangan administrasi yang tidak lengkap. "Namun, sejauh ini KPU tidak pernah memberikan pemberitahuan. Nanti partai akan menanyakan kepada KPU. Ini harus menjadi pembelajaran bagi KPU," pungkasnya.