Denny JA: Efek Jokowi tak sehebat SBY
"Makanya dulu saya berani bilang SBY satu putaran saja. Kalau Jokowi saya ga berani," kata Denny.
Pemberian mandat Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, kepada Joko Widodo (Jokowi) untuk maju menjadi calon presiden ternyata tak mampu mendongkrak suara partai berlambang banteng moncong putih tersebut.
Dari hasil hitungan cepat sementara PDIP hanya mampu mendapatkan sekitar 19,5 persen suara, jauh dari perolehan suara yang ditargetkan sebanyak 27 persen.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengatakan, Efek Jokowi ternyata tak bertahan lama mendongkrak suara PDIP. Menurut dia, perkembangan suara PDIP setelah Jokowi mendeklarasikan diri sebagai capres hanya berkisar 3 persen saja.
"Ini era Jokowi mengalami penggembosan. Dan terbukti untuk pertama kalinya suara Jokowi turun," kata Denny di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (9/4).
Denny mengklaim penurunan elektabilitas Jokowi dimulai pada Maret 2014 saat Gubernur DKI Jakarta itu mendeklarasikan diri siap menjadi capres dari PDIP. Sejak itu, opini publik terhadap Jokowi berubah, sehingga menimbulkan kampanye negatif.
"Ada dua penyebabnya, Jokowi dinilai mengingkari janji dan ada videonya. Kedua kasus pengadaan busway. Jadi Efek Jokowi tidak besar. Efeknya menurun karena negatif campaign. Dan baru pertama kali suaranya (Jokowi) turun," ujar Denny.
Lebih lanjut Denny mengatakan, fenomena Jokowi terlihat berbeda dengan SBY beberapa tahun lalu. Pada April 2009, menurut Denny, SBY berhasil memperoleh suara di atas 60 persen. Sedangkan Jokowi pada April 2014 hanya sampai 40 persen.
"Makanya dulu saya berani bilang SBY satu putaran saja. Kalau Jokowi saya ga berani bilang bakal satu putaran nanti," kata Denny.
Menurutnya, fenomena Jokowi ini semakin menandakan jika opini publik yang suka pada satu tokoh tidak akan bertahan seumur hidup. "Dulu orang suka sama SBY, sekarang turun. Sekarang Jokowi juga begitu," tandasnya.