Dinilai langgar etika politik, ini jawaban Jokowi
Jokowi hanya berpegang pada konstitusi dan undang-undang bukan pada etika politik.
Koalisi pemenangan gubernur dan wakilnya, Joko Widodo ( Jokowi ) dan Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok ) mulai goyah. Dimana dalam koalisi ini terdiri dari dua partai, PDI Perjuangan dan Partai Gerindra.
Koalisi yang awalnya bersatu mendukung Jokowi-Ahok, kini sudah tidak lagi. Alasannya, Partai Gerindra menyayangkan sikap Jokowi yang mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden dari PDI Perjuangan. Dan ini telah melanggar janji politik, untuk memimpin Jakarta selama lima tahun.
Jokowi menilai, dirinya hanya perlu berpegang kepada konstitusi, dan tidak perlu memperhatikan etika politik. Sebab secara undang-undang, konstitusi dan aturan hukum, tidak ada yang melarangnya untuk menjadi presiden dan meninggalkan posisinya sebagai gubernur DKI Jakarta.
"Yang kita pegang itu konstitusi, undang-undang dan aturan. Kalau aturan memperbolehkan, undang-undang memperbolehkan, konstitusi memperbolehkan, pegangannya ke sana," kata dia di rumah dinas, Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3).
Jokowi menilai, kekecewaan terhadap dirinya yang menjadi bakal calon presiden PDI-Perjuangan merupakan hal biasa. Bahkan, dia yakin pandangan tersebut adalah bentuk demokrasi di Indonesia.
"Kemarin sudah disampaikan ini demokrasi, ada yang tidak senang, ada yang senang, ada yang mendukung, ada yang tidak mendukung, ada yang muji, ada yang kritik, biasa aja demokrasi," tegas dia.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi mengatakan tidak ada perubahan dalam sikap partainya dengan PDI-Perjuangan. "Koalisi kami koalisi Pilgub. Jadi pasca itu ya rasional aja, selama itu juga buat kepentingan warga jakarta, tidak masalah," jelasnya saat dihubungi, Sabtu (15/3).
Jika benar Jokowi menjadi presiden, maka kemungkinan Ahok akan menjadi gubernur DKI Jakarta. Sanusi mengatakan, ini tidak ada masalah dengan Partai Gerindra. Namun, ia menyayangkan, pencalonan Jokowi sebagai calon presiden.
"Gerindra jalan sendiri tidak masalah. Sejauh ini komunikasi fraksi ke fraksi lain di DPRD bagus-bagus aja. Cuma kita mnyayangkan (pencapresan Jokowi) karena beberapa program Pak Jokowi yang kita nilai masih bermasalah," ungkapnya.
Sanusi mencontohkan program Jokowi yang bermanfaat masyarakat tapi masih bermasalah. Pertama adalah pengadaan bus Transjakarta. Ia menilai, Jokowi yang ngotot untuk mengadakan 300 bus, ternyata masih terganjal dengan adanya kasus bus karatan. Sebab, pengadaan bus ternyata masih berkarat.
"Kedua, kampung deret. Ini sudah mulai kelihatan masalahnya kayak apa. Jadi kami menyayangkan itu," pungkas dia.