DPR salahkan gerakan separatis Inggris soal kantor OPM di Oxford
Gerakan separatis di Inggris sengaja memanfaatkan isu HAM di Papua agar menjadi perhatian PBB.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan diresmikannya kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Oxford Inggris, karena dukungan penuh dari gerakan separatis di sana. Menurutnya, tujuan utama gerakan tersebut untuk memperkeruh hubungan diplomasi Indonesia-Inggris.
"Penyikapan Inggris elemen separatisme di negara, kalau secara politis mereka tidak mendukung separatisme, mereka tidak akan memberikan izin. Itu kita kritisi. Mereka juga punya target untuk memancing gangguan hubungan Indonesia dengan Inggris," kata Mahfudz usai memimpin rapat gabungan membahas Papua di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (23/5).
Menurut Mahfudz, usaha gerakan separatis Inggris tak sampai di situ. Diduga, pengaruh mereka telah melebar hingga di forum PBB. Hal itu dikuatkan dari posisi isu HAM Papua berada di urutan 12 daftar inventaris masalah PBB.
"Ketika Dewan HAM PBB sudah menempatkan di urutan ke 12, itu harus dijaga," terangnya.
Rapat gabungan kali ini memang tidak menghasilkan rekomendasi. Hal ini karena persoalan OPM Papua masih dipetakan dan disusun solusinya.
"Kalau nanti sudah utuh, kita dorong DPR untuk mengajukan formula. Harapan kami sebelum pemerintahan SBY berakhir sudah ada langkah penyelesaian Papua secara damai," terangnya.
Salah satu pendekatan solusi yang diambil Komisi I DPR adalah jaminan keamanan Papua, sedangkan soal otonomi khusus yang melingkup pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, para anggota dewan belum satu suara.
Untuk itu, peran TNI dan polisi akan di maksimalkan di Papua, khususnya di perbatasan dan daerah terluar wilayah.
Hingga kini Kementerian Luar Negeri Indonesia sudah melakukan langkah penyelesaian secara diplomasi. Mahfudz berharap pemerintahan SBY tak terlalu agresif menyikapi OPM tersebut.
"Kita juga tidak ingin pemerintah dibiarkan bereaksi terlalu besar, sehingga bisa menarik perhatian terlalu besar," tuturnya.
Mitra Komisi I DPR yang ikut rapat adalah Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Kepala BIN Marciano Norman, Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Inggris dan Irlandia Hamzah Thayeb, serta Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema.