Gerindra: Kebijakan Jokowi soal BBM hanya menambah beban rakyat
"Pemerintah ketika menaikkan tidak memperhitungkan secara cermat. Tidak pernah dihitung dengan benar," kata Muzani.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut subsidi untuk premium per 1 Januari 2015, dari Rp 8.500 per liter kini menjadi Rp 7.600. Harga premium yang dijual SPBU Pertamina saat ini menjadi fluktuatif karena mengikuti perkembangan harga minyak di pasar dunia.
Menanggapi kebijakan ini, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menegaskan, pemerintah Presiden Jokowi hanya menambah beban rakyat justru semakin tinggi. Sebab, penurunan harga BBM yang ambil pemerintah tidak signifikan.
"Ini yang kita khawatirkan beban hidupnya rakyat. Turunnya tidak seimbang. Angkanya tidak signifikan dengan harga penurunan BBM. Pemerintah ketika menurunkan tidak cermat bahwa tren minyak dunia turun jauh," kata Muzani kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/1).
Kalau alasannya hanya harga minyak dunia naik turun, tambah dia, sejak zaman dulu grafiknya memang begitu. Seharusnya, jelas Muzani, pemerintahan Jokowi mengkaji secara cermat sebelum mengambil keputusan menaikkan harga BBM.
Dia menilai, apa yang dilakukan pemerintah dengan mencabut subsidi dan menurunkan harga dari Rp 8.500 menjadi Rp 7.600 tidak berpengaruh besar terhadap perekonomian.
"Pemerintah ketika menaikkan tidak memperhitungkan secara cermat. Tidak pernah dihitung dengan benar. Dan semua harga sudah kadung naik tidak mungkin turun lagi," tutur dia.
Langkah pemerintah dengan menghapus subsidi BBM dan mengikuti secara bebas harga minyak dunia dinilai menguntungkan kaum kapitalis. Kebijakan Pemerintahan Presiden Jokowi yang demikian justru akan memberatkan beban rakyat dan memperbanyak angka kemiskinan.