Gerindra minta Jokowi 'sentil' Menkum HAM ikut campur konflik parpol
Gerindra juga minta pemerintah antisipasi gejolak di daerah jelang pilkada serentak.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra, Bambang Riyanto meminta agar pemerintah pro aktif mempersiapkan penyelenggaraan pilkada serentak akhir tahun nanti. Termasuk menegur Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang dinilai turut campur persoalan konflik partai politik.
"Pemerintah selaku penyelenggara Negara harus proaktif serta jangan mempertajam konflik yang tidak berkesudahan. Kalau tidak, keutuhan NKRI taruhannya," ujar Bambang dalam pesan singkat, Rabu (3/6).
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, menyelenggarakan Pilkada serentak yang akan digelar di 269 daerah ini bukan hal yang mudah. Menurut dia, perlu kebersamaan yang kokoh antara eksekutif dan legislatif, demi menyukseskan Pilkada serentak yang sudah di ujung mata.
"Indonesia masih dalam tahapan pendewasaan pada pelaksanaan Demokrasi. Kesiapan KPU serta kesiapan daerah sangat dibutuhkan, demi terlaksananya pemilihan yang kredibel," jelas dia.
Bahkan, lanjut politikus Partai Gerindra ini, sampai saat ini juga masih ada 8 daerah yang belum mentuntaskan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Di antaranya, Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, Kota Surakarta, Kabupaten Kendal, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju Tengah, serta Kabupaten Raja Ampat.
"Oleh karena itu, komisi II DPR RI mendesak Mendagri agar turut mendesak Pemerintah Daerah tersebut supaya secepatnya menandatangani HPHD paling lambat tanggal 3 Juni 2015 ini. Agar tidak mengganggu tahapan Pilkada," jelasnya.
"Serta Komisi II DPR RI juga mendesak BPK RI untuk segera mengudit KPU RI agar terjadi transparansi dan efisiensi penyelenggaraan pemilu yang selama ini terkesan mahal," ungkapnya.
Bambang juga menegaskan, agar Presiden Jokowi menegur Menkum HAM Yasonna Laoly yang terkesan ikut campur urusan parpol yang sedang berkonflik. Misalnya, lanjut dia, Partai Golkar yang sudah ada putusan pengadilan bahwa kepengurusannya dikembalikan pada Munas Riau tahun 2009.
"Banyak hal yang lain yang harus diperhatikan oleh para pemangku kepentingan. Tepat pada tanggal 1 Juni 2015 pengadilan Jakut sudah memutuskan perkara tentang kepengurusan partai berlambang beringin tersebut," imbuh dia.