Haruskah Jokowi mengeluarkan Perppu calon tunggal pilkada serentak?
Jika Pilkada serentak ditunda maka mencederai hak konstitusional warga negara Indonesia.
Pendaftaran bakal calon pilkada serentak tahun ini telah resmi ditutup pada Senin (3/8) sekitar pukul 16.00 Wib. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaporkan bahwa dari 13 daerah yang diputuskan diperpanjang waktu pendaftarannya karena hanya memiliki satu pasangan itu hingga pukul 00.00 WIB.
Namun, hingga pukul 00.00 WIB, dipastikan terdapat delapan daerah yang telah menerima pendaftaran pasangan calon masing-masing satu pasangan. Daerah tersebut yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Pegunungan Arfak, Kabupaten Asahan, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Minahasa Selatan, Pacitan dan terakhir Surabaya.
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara dipastikan telah memiliki tiga pasangan calon. Awalnya daerah ini tidak memiliki calon kepala daerah satupun.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan bahwa calon kepala daerah laki-laki berjumlah 780 orang, calon kepala daerah perempuan berjumlah 58 orang. Calon Wakil Kepala daerah laki-laki berjumlah 775 orang dan calon Wakil Kepala Daerah Perempuan berjumlah 63 orang.
"Untuk petahana 167 calon, Pilgub 12 calon, Pilwali 29 calon, Pilbup 126 calon, 146 mencalonkan di daerah yang sama, 21 mencalonkan di daerah lain," kata Husni di Kantornya.
Namun berbagai pihak mendorong agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu agar mengakomodir calon tunggal untuk langsung ditetapkan saja ketimbang melakukan penundaan pemilihan kepala daerah pada tahun 2017 mendatang.
Lantas, haruskah Jokowi mengeluarkan Perppu calon tunggal pilkada serentak?
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan Presiden Joko Widodo tak perlu mengeluarkan Perppu agar Pilkada serentak tetap dilaksanakan pada bulan Desember 2015. Sebab, pemerintah bisa mencari solusi dengan menerapkan bumbung kosong.
"Perppu dilanjutkan saja Pilkada tetap berlangsung melawan bumbung kosong, calon harus berkompetisi betul ngga sih dia calon tunggal secara alamiah, atau karena dicalonkan karena by desain atas kesengajaan. Bumbung kosong bukan berarti dia tak bakal dipilih, kepala desa juga melawan bumbung kosong jadi bisa menggunakan di pilkada bukan berarti mereka tak bermatabat," kata Titi saat berbincang dengan merdeka.com.
Menurut Titi, jika Pilkada serentak ditunda maka mencederai hak konstitusional warga negara Indonesia dalam mencalonkan kepala daerah. Sebab, calon kepala daerah sudah siap berkompetisi melawan calon lain.
"Bumbung kosong bisa jadi solusi dalam menghargai hak konstitusional warga negara yang ingin mengikuti prosedur masak harus menunggu tahun 2017. Jika diterbitkan perppu, bumbung kosong dicantumkan. Saya kira ini bukan beberapa daerah yang calon tunggal tapi hak konstitusionalnya itu, ingin menjadi calon tapi pihak lain tidak siap, itu tidak adil," kata dia.
Lanjut dia, Pilkada serentak ditunda tahun 2017 tak akan menyelesaikan masalah, namun justru merugikan sang calon Kepala Daerah yang sudah mendaftarkan diri pada Komisi Pemilihan Umum.
Dia pun menambahkan pemerintah tak usah mengikuti aturan KPU yang menunda Pilkada serentak lantaran beberapa daerah hanya mempunyai calon tunggal.
"Daerah akan memiliki pejabat terlalu lama, kebijakan daerah akan dilakukan tak ada perubahan, kalau dipilih secara definitif," tukas dia.