Jokowi diminta selektif pilih calon menteri yang non partai
Calon menteri Jokowi hendaknya melepaskan jabatan di partai agar tak timbul dualisme loyalitas.
Belakangan ini, timbul polemik perihal kabinet yang akan dibentuk oleh presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK). Dalam sebulan terakhir, muncul usulan dari sejumlah kelompok masyarakat perihal orang-orang untuk menempati posisi kabinet itu.
"Siapapun, baik relawan, media, partai politik, maupun kalangan profesional dapat mengusulkan kandidat menteri kepada presiden terpilih. Namun, pada akhirnya semua pihak harus menerima konsekuensi sistem presidensial bahwa kabinet adalah hak prerogratif presiden terpilih," kata Pengamat Politik Charta Politika, Yunarto Wijaya saat dihubungi, Jakarta, Sabtu (23/8).
Menurut Yunarto, hendaknya seluruh pihak dapat memahami dengan baik bahwa pada prinsipnya Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden RI 2014-2019 dipilih oleh rakyat, bukan oleh parlemen.
"Karenanya, Jokowi-JK bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang telah menggunakan hak pilihnya dalam pilpres," tegasnya.
Terkait dengan menteri dari partai, Yunarto berpendapat ada dua hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, kata dia, partai dapat mengusulkan kader terbaiknya untuk menjadi menteri sesuai dengan keahlian, pendidikan, dan rekam jejaknya.
Kedua, kader partai yang diangkat menjadi menteri hendaknya melepaskan jabatan di partainya, sehingga tidak ada dualisme identitas dan dualisme loyalitas.
"Saya setuju usulan Jokowi agar menteri melepaskan jabatannya di partai," tegas Yunarto.