Jokowi ke AS, Fahri cium ada yang ingin RAPBN 2016 cepat disahkan
"Seharusnya DPR sekarang khususnya Banggar lebih kritis," ujar Fahri.
Rancangan Undang-Undang RAPBN 2016 masih dalam tahap pembahasan di DPR. Namun terendus ada upaya ingin agar RAPBN 2016 tersebut segera disahkan menjadi UU APBN tahun 2016.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, DPR masih melakukan pembahasan terkait RUU APBN tahun 2016. Namun menurut dia, ada yang ingin RUU ini cepat disahkan. Dia juga curiga dengan kunker Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Amerika Serikat yang akan dilakukan pada 23 Oktober nanti.
"Pembahasan Panja Belanja Pusat dan Daerah akan selesai dalam pekan ini. Ada keinginan dari pihak tertentu agar RAPBN 2016 segera disahkan. Padahal batas akhirnya 30 Oktober 2015, sedangkan Presiden Jokowi akan ke Amerika tanggal 23 Oktober," ujar Fahri Hamzah dalam keterangan persnya, Rabu (21/10).
Perginya Jokowi ke Amerika mengundang pertanyaan terkait deal-deal penting termasuk soal perpanjangan kontrak PT. Freeport. Bahkan pembahasan RAPBN 2016 cenderung berlangsung lambat dan kurang dinamis sebagaimana pembahasan-pembahasan APBN pada periode sebelumnya.
"Seharusnya DPR sekarang khususnya Banggar lebih kritis. Sebab sejak APBN-P 2015, pemerintah Jokowi-JK banyak diberi kemudahan. Pemerintah mengajukan perubahan asumsi makro akibat kondisi perlambatan ekonomi domestik dan depresiasi mata uang rupiah yang tajam," jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga merevisi target pertumbuhan dari 5,5 persen menjadi 5,2 persen. Pemerintah juga menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari Rp 13.400 menjadi Rp 13.900 dalam RAPBN 2016.
"Adanya perubahan asumsi tersebut, seharusnya pemerintah melakukan perubahan terhadap proposal anggaran yang sudah disampaikan sebelumnya," jelasnya.
Politikus PKS ini menilai, realisasi penerimaan sektor perpajakan sampai dengan 31 Agustus 2015 baru mencapai 46 persen. Maka usulan target penerimaan sektor perpajakan 2016 sebesar Rp 1.564,7 tidak realistis.
Terkait dengan pembahasan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga tidak digali secara mendalam, banyak Kementerian dan Lembaga yang belum mengoptimalkan PNBP. Postur RAPBN 2016 yang dihasilkan pun dianggap kurang maksimal dengan beberapa catatan.
Pertama, penerimaan negara menurun dari Rp 1.848,10 triliun menjadi Rp 1.822,5 triliun. Kedua, belanja negara berkurang dari Rp 2.121,3 triliun menjadi Rp 2.095,7 triliun.
"Dengan defisit menjadi 2,15 persen. Belanja K/L tetap meningkat dari Rp 780 triliun menjadi Rp 784 triliun. Tetapi pemerintah melakukan kebijakan penundaan belanja K/L sebesar Rp 21,3 triliun, ini menjadi masalah," jelasnya.
Seharusnya Banggar DPR RI, lanjutnya, memberikan catatan yang kuat, dan merevisi hal tersebut.
"Selain itu, PMN kurang mendapat tanggapan dari Banggar DPR-RI. Banyak catatan yang seharusnya disampaikan. Kecenderungan ekspansi Menteri Rini Soemarno perlu dicermati. Jangan sampai jadi beban di masa depan," pungkasnya.
Seperti diketahui, RAPBN tahun 2016 yang diajukan ke pemerintah beberapa waktu lalu mendapat sorotan tajam dari fraksi-fraksi di DPR. Partai Demokrat paling kencang mengkritik, menilai bahwa target capaian di RAPBN 2016 itu terlalu tinggi atau tidak masuk akal.
Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan partai ketua umum Koalisi Merah Putih (KMP) seperti Prabowo, Aburizal Bakrie (Ical), Sohibul Iman, Djan Faridz melakukan pertemuan semalam di Hotel Dharmawangsa, Jakarta. Salah satu yang dibahas yakni mengenai postur RAPBN 2016 yang dinilai masih berantakan.