Jokowi salah tempat lahir Soekarno, Hanura kecam 'pembisik' Istana
Menurut Ketua DPP Hanura Miryam S Haryani, kejadian ini benar-benar membunuh wibawa Jokowi sebagai presiden.
Ketua DPP Hanura Miryam S Haryani menyalahkan tim komunikasi Istana yang tidak teliti dalam menyusun pidato Presiden Jokowi dalam peringatan Hari Kelahiran Pancasila di Blitar, Jawa Timur. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyebut Bung Karno lahir di Blitar yang seharusnya di Surabaya.
"Presiden kembali dipermalukan di depan umum atas pidatonya yang menyebutkan bahwa Bung Karno lahir di Blitar. Kejadian ini benar-benar membunuh wibawa Jokowi sebagai presiden, bukan hanya di depan warga negaranya tapi juga di hadapan partai pendukungnya sendiri bahkan termasuk di mata internasional," ujar anggota Komisi V DPR ini saat dihubungi di Jakarta, Jumat (5/6).
"Secara logika, bagaimana mungkin seorang Presiden yang satu partai dengan Bung Karno bisa salah menyebutkan tempat lahir sang proklamator tersebut. Kejadian ini sungguh sangat telak sekali bagi marwah presiden sebagai simbol negara. Kelalaian ini tentu terletak pada mereka yang berada di sekeliling bapak presiden," imbuhnya.
Menurut dia, dari kekeliruan ini, menjadi pertimbangan Presiden Jokowi untuk menempatkan orang dalam tim komunikasi Istana.
"Sehingga Jokowi ke depan perlu waspada terhadap pembisiknya itu karena seringnya data yang mereka sodorkan cenderung menyesatkan. Kalau tidak, presiden bukan tidak mungkin akan dipermalukan lagi di kemudian hari," papar dia.
Selain mengkritisi kekeliruan tersebut, Myriam juga membeberkan kekeliruan dari tim komunikasi Istana. Bagi dia, orang-orang di sekitar presiden mesti direvisi lagi.
"Kasus ini bukan kali ini saja terjadi, mulai dari data tentang utang negara terhadap IMF yang disanggah langsung oleh SBY selaku presiden sebelumnya dan beberapa kasus lain yang kemudian terlihat bahwa memang data para pembisik presiden itulah perlu direvisi."
"Jokowi selaku presiden seharusnya lebih mampu tegas terhadap orang-orang disekelilingnya. Kalau memang tidak sanggup silakan mundur saja, karena masih banyak kader bangsa potensial yang lebih mampu mengisi posisi itu," pungkas dia.