Kubu Bamsoet Sebut Pihak Airlangga Melanggar Kesepakatan Rekonsiliasi
Kubu Bamsoet Sebut Pihak Airlangga Melanggar Kesepakatan Rekonsiliasi. Seharusnya, kata dia, di luar dari itu tidak ada yang bisa membantah apalagi menyampaikan ke publik sesuatu hal yang berkaitan dengan ada dan tidaknya kesepakatan tersebut.
Fungsionaris Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab melihat sikap Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI, Adies Kadir yang mengatakan bahwa Bambang Soesatyo melanggar kesepakatan suatu hal yang kurang tepat. Bahkan, kata dia, cenderung bersikap munafik.
"Kita semua tahu bahwa dia adalah salah satu orang yang hadir mendampingi Airlangga dalam pertemuan dengan Bambang Soesatyo, sehingga itu dia sangat mengetahui tentang kebenaran-kebenaran dalam pertemuan tersebut," kata Sirajuddin di Jakarta, Senin (25/11).
-
Bagaimana Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Golkar? Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar ke-11 sejak pertama kali dipimpin Djuhartono tahun 1964.
-
Bagaimana Airlangga Hartarto mengelola potensi konflik di dalam Partai Golkar? Lanjut Dedi, Airlangga juga mampu merawat infrastruktur partai dengan mengelola potensi konflik yang baik.
-
Apa yang diklaim Airlangga sebagai pencapaian Partai Golkar? "Dengan demikian Partai Golkar mengalami kenaikan dan dengan Partai Golkar mengalami kenaikan, Partai Golkar juga yang mendukung Pak Prabowo dan Mas Gibran bisa berkontribusi kepada kemenangan Bapak Prabowo Subianto dan Mas Gibran Rakabuming Raka," tutup Airlangga.
-
Apa alasan Nurdin Halid menilai Airlangga Hartarto layak memimpin Golkar? "Sangat layak, Erlangga memimpin Golkar," ujarnya kepada wartawan, Rabu (3/4). Nurdin mengaku di Pemilu 2024, Golkar perolehan kursi di DPR RI meningkat menjadi 102. Padahal di Pemilu 2019, Golkar hanya meraih 85 kursi. "Dari 85 kursi menjadi 102, itu tidak mudah. Sangat layak (memimpin kembali Golkar)," tuturnnya.
-
Siapa yang menyampaikan keinginan aklamasi untuk Airlangga Hartarto dalam memimpin Golkar? Untuk informasi, kabar adanya keinginan aklamasi dari DPD I dalam penunjukkan Airlangga kembali memimpin Partai Golkar disampaikan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Lodewijk F. Paulus.
-
Kenapa Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
Dia melanjutkan, apa yang diungkapkan Wakorbid Pratama DPP Golkar itu ke publik tentang beberapa fakta, bahwa kesepakatan hanya Bamsoet, Airlangga dan Tuhan yang tahu. Seharusnya, kata dia, di luar dari itu tidak ada yang bisa membantah apalagi menyampaikan ke publik sesuatu hal yang berkaitan dengan ada dan tidaknya kesepakatan tersebut.
"Sedangkan yang kami Tim Bamsoet pahami tentang kesepakatan antara Bamsoet dan Airlangga, di mana Bambang Soesatyo bersedia ditugaskan oleh Partai Golkar untuk menjadi Ketua MPR RI dan mendukung kebijakan Ketua Umum untuk melaksanakan Munas pada bulan Desember 2019 nanti," kata dia.
Loyalis Bamsoet Tak Masuk AKD
Dia pun menilai cara pandang Adies Kadir terlalu permisif dengan memaknai kesepakatan yang dilakukan oleh Bamsoet untuk mendukung Airlangga menjadi Ketua Umum kembali dan mundur sebagai Calon Ketua Umum DPP Partai Golkar dalam kontestasi pada Munas Desember 2019.
"Adapun gentlemen agreement, yang disampaikan oleh Bamsoet, merupakan komitmen secara kesatria bahwa kita dihadapkan pada situasi bangsa dan negara dalam situasi kegaduhan politik, yang bisa berdampak pada tahapan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, kondisi politik tersebut mengharuskan kedua belah pihak dan seluruh elit Partai Golkar harus ikut menciptakan situasi politik yang kondusif," katanya.
Sehingga, kata dia, Bamsoet sebagai Calon Ketua Umum, yang juga dalam posisi Ketua DPR RI saat itu harus mengambil keputusan politik untuk cooling down.
"Justru sikap kenegarawan yang diambil oleh Bamsoet harus kita apresiasi, karena Bamsoet lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi ataupun kelompok," tuturnya.
Dalam masa cooling down yang diputuskan oleh Bamsoet, disampaikan syarat-syarat yang harus juga dipenuhi Airlangga. Yaitu Airlangga harus merangkul para pendukung Bambang Soesatyo terutama dalam penyusunan AKD (Alat Kelengkapan Dewan).
"Sayangnya apa yang disepakati tersebut tak kunjung terlaksana, justru yang terjadi bukanlah rekonsiliasi melainkan dekonsiliasi. Di mana Airlangga justru menggusur para pendukung Bambang Soesatyo, baik pada posisi AKD (Alat Kelengkapan Dewan), sampai dengan posisi tenaga ahli Fraksi Golkar ikut kena imbas," kata dia.
"Siapapun yang terindikasi tidak pro Airlangga, maka tidak ditempatkan pada pimpinan komisi atau pada anggota komisi yang diharapkan, serta dicoret dari tahapan seleksi tenaga ahli Fraksi Partai Golkar," imbuhnya.
Loyalis Bamsoet Tak Jadi Panitia Munas
Sirajuddin melanjutkan, politik belah bambu yang diperankan Airlangga dan kelompoknya, berlanjut sampai dengan penyusunan kepanitiaan Munas Partai Golkar. Menurutnya, hampir banyak pendukung Bamsoet tidak diakomodir dalam kepanitiaan.
"Malah yang bukan pengurus DPP Partai Golkar banyak bercokol dalam kepanitiaan lantaran menjadi pendukung Airlangga, apakah dengan perilaku tersebut kita bisa berkomitmen dengan orang-orang yang munafik dalam perilaku politik?" tanyanya.
Dia pun meminta hentikan perilaku tuding menuding dan kemunafikan karena tidak baik bagi masa depan Partai Golkar.
"Berikan pendidikan politik yang baik pada kader dan seluruh rakyat Indonesia, tradisi demokrasi yang tumbuh berkembang dalam tradisi Partai Golkar jangan dibunuh, hanya untuk kepentingan kekuasaan semata," pintanya.
(mdk/eko)