Mahfud MD Sebut Nepotisme Tak Bisa Dihalangi Konstitusi, Akan Melanggar HAM
Mahfud mengatakan, seluruh negara di dunia tidak ada yang menghalangi warganya untuk mencalonkan diri dengan cara nepotisme atau politik dinasti.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, tidak ada yang bisa mencegah praktik nepotisme maupun dinasti politik pada Pilkada Serentak 2020. Hal itu dikarenakan tidak ada aturan hukum yang melarang kedua praktik tersebut.
"Mungkin kita sebagian besar enggak suka dengan nepotisme, tapi harus kita katakan tidak ada jalan hukum konstitusi yang bisa menghalangi orang itu mencalonkan diri berdasarkan nepotisme atau sistem kekeluargaan sekalipun," kata Mahfud dalam webinar 'Pilkada dan Konsolidasi Demokrasi Lokal' Sabtu (5/9)
-
Mengapa Mahfud MD dikabarkan mundur dari Menko Polhukam? Dia menilai, mundurnya Mahfud dari kabinet lantaran ingin fokus berkampanye dan mengikuti kontestasi di Pilpres 2024.
-
Apa yang dilakukan Mahfud Md selama menjadi Menko Polhukam? Selama menjabat sebagai Menko Polhukam, ada sejumlah gebrakan yang pernah dilakukan oleh Mahfud Md. Salah satunya, Menko Polhukam Mahfud Md membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut kasus Intan Jaya, Papua yang menewaskan empat orang, yakni warga sipil dan pendeta serta dua anggota TNI.
-
Apa alasan Mahfud Md memutuskan untuk mundur dari jabatan Menko Polhukam? Hari ini saya sudah membawa surat untuk presiden, untuk disampaikan ke presiden langsung tentang masa depan politik saya, yang belakangan ini menjadi perbincangan publik. Dan surat ini akan disampaikan begitu saya mendapat jadwal ketemu presiden. Tapi saya bawa terus karena memang surat ini begitu saya diberi waktu langsung saya ketemu langsung saya sampaikan surat ini," kata Mahfud dalam pernyataannya di Lampung, Rabu.
-
Apa pesan Mahfud MD kepada Pangdam, Bupati, dan Wali Kota? Untuk itu Mahfud berpesan kepada Pangdam, Bupati, Wali Kota agar tidak menjemput dan menjamunya setiap ke daerah.
-
Siapa yang dilibatkan dalam penanganan pandemi Covid-19 dalam disertasi Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung? Analisis ini menawarkan wawasan berharga tentang pentingnya kerjasama antar-sektor dan koordinasi yang efektif antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam menghadapi krisis kesehatan.
-
Mengapa Prabowo menanggapi singkat keputusan Mahfud Md? "Itu hak politik," kata Prabowo usai menghadiri acara bertajuk 'Trimegah Political and Economic Outlook 2024' di Grand Ballroom, The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta Selatan, Rabu (31/1).
Mahfud mengatakan, seluruh negara di dunia tidak ada yang menghalangi warganya untuk mencalonkan diri dengan cara nepotisme atau politik dinasti. Mahfud bahkan mengatakan, siapapun yang melarang adanya praktik nepotisme dan dinasti politik dianggap telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Di mana-mana (nepotisme dan dinasti politik) tidak bisa dihalangi oleh hukum dan konstitusi. Tidak bisa. Akan terjadi pelanggaran HAM," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, tidak ada seorang pun yang bisa mencegah praktik nepotisme maupun dinasti politik pada Pilkada tahun ini. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menilai, nepotisme maupun dinasti politik tidak selamanya buruk. Dia menyontohkan kasus pencalonan salah satu Pilkada Bangkalan beberapa waktu lalu.
"Dulu di Kabupaten Bangkalan ada yang mau mencalonkan diri karena kakaknya memimpin tidak baik. Jadi belum tentu orang nepotisme itu niatnya selalu jelek," ujarnya.
Mahfud mengajak masyarakat untuk berpikiran lebih terbuka mengenai kondisi ini. Menurut dia, warga yang memang tidak suka dengan nepotisme bisa memilih calon yang bukan dari kalangan dinasti politik.
"Kalau tidak suka terhadap nepotisme, kesadaran moral masing-masing saja. Tapi, kita mau larang juga tidak bisa, ini fakta," jelas Mahfud.
Pilkada tahun 2020 ini penuh sorotan, bukan hanya karena digelar saat pandemi, namun politik dinasti yang semakin meramaikan Pilkada Serentak 2020.
Beberapa nama yang disorot adalah anak Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka di Solo, mantu Presiden Jokowi Bobby Nasution di Medan, serta keponakan Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati dan anak Wapres Ma'ruf Amin Siti Nur Azizah di Tangerang Selatan.
Dalam diskusi yang sama, direktur Eksekutif di Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Djayadi Hanan mengungkapkan bahwa dinasti politik sangat erat kaitannya dengan nepotisme. Ia menyebutkan bahwa negara yang cenderung banyak dinasti politiknya maka angka korupsinya pun semakin tinggi.
"Menurut penelitian, negara yg memiliki dinasti politik cenderung tingkat korupsi lebih tinggi, hanya di spore dan monarki dan maju, dinasti politik tidak pengaruh ke korup," ujar Djayadi dalam diskusi yang sama, Sabtu (5/9).
Menurut penelitian tersebut, kata Djayadi, politisi dari dinasti politik akan memainkan anggaran di beberapa sektor yang anggarannya paling tinggi seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
"Ada politik anggaran di situ. Anggarannya lebih tinggi di bidang infrastruktur, kesehatan, sanitasi, pendidikan tapi enggak ada pertumbuhan ekonomi, kenapa bidang itu karena bidang itu biayanya banyak dan menjangkau publik," katanya.
Baca juga:
Mahfud MD Bertemu Jubir PA 212: Sama Sama Berniat Baik untuk Kebaikan
Mahfud MD: Kalau Pemilihan Langsung Praktik Politik Uang Eceran Lewat DPRD Borongan
Mahfud MD: Keputusan Pilkada Serentak Digelar 9 Desember Sudah Final
Pemerintah Tambah Rp 5 Triliun Anggaran Pilkada Serentak untuk Protokol Kesehatan
Mahfud MD Singgung Hukum Sering Menjadi Industri, Benar Menjadi Salah dan Sebaliknya