Mahfud Sebut Pilkada Lewat DPRD Modus Politik Uangnya Borongan Pakai Agen
Mahfud melanjutkan, sistem tidak langsung juga mendorong aksi 'teror' DPRD kepada kepala daerah, seperti mengatakan laporan akan ditolak, LPJ akan ditolak, akan dilengserkan, dan sebagainya.
Menko Polhukam, Mahfud MD, bercerita soal politik uang yang berpotensi terjadi bila dilangsungkannya Pemilu Kepala Daerah atau Pilkada tidak langsung. Menurutnya, akan terjadi politik uang yang masif dengan cara borongan.
"Kalau lewat DPRD (memilihnya), politik uangnya itu borongan, lewat agen-agen. Di zaman orde baru dipilih DPRD, ternyata ini dianggap tidak baik, dominasinya luar biasa, politik uang di mana-mana orang di DPRD itu dibayar," kata Mahfud bercerita sistem pemilihan Zaman Orde Baru saat membuka acara Kawal Pemilu 2020 di Gedung iNews, Jakarta Pusat, Kamis (12/12).
-
Mengapa Mahfud MD dikabarkan mundur dari Menko Polhukam? Dia menilai, mundurnya Mahfud dari kabinet lantaran ingin fokus berkampanye dan mengikuti kontestasi di Pilpres 2024.
-
Bagaimana Mahfud MD ingin menularkan ketegasannya? Justru saya akan semakin tegas dan membuat jaringan-jaringan agar ketegasan itu akan menular ke birokrasi di mana saya memimpin. Itu saja sebenarnya,” pungkas Mahfud MD.
-
Siapa yang mengonfirmasi soal kabar pengunduran diri Mahfud MD? Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku belum mendapatkan informasi resmi terkait hal tersebut. Namun, dia mengaku mendengar kabar burung soal pengunduran diri Mahfud MD.
-
Siapa yang menanyakan kepada Mahfud MD tentang sikapnya? Hal itu disampaikan Mahfud saat menjawab pertanyaan dari Maria Simbolon.
-
Apa pesan Mahfud MD kepada Pangdam, Bupati, dan Wali Kota? Untuk itu Mahfud berpesan kepada Pangdam, Bupati, Wali Kota agar tidak menjemput dan menjamunya setiap ke daerah.
-
Apa yang dikabarkan oleh Bahlil Lahadalia terkait pengunduran diri Mahfud MD? Bahlil pun meminta agar seluruh pihak menunggu informasi resmi dari Mahfud apakah benar akan mengundurkan diri atau tidak. "Jadi tunggu saja ya, kalau memang itu benar baru saya kasih tanggapan,"
Mahfud melanjutkan, sistem tidak langsung juga mendorong aksi 'teror' DPRD kepada kepala daerah, seperti mengatakan laporan akan ditolak, LPJ akan ditolak, akan dilengserkan, dan sebagainya.
"Korbannya dulu ada di Riau ada. Diteror lalu dilengserkan," ujar Mahfud menceritakan.
Alasan Beralih ke Pilkada Langsung
Karena dinilai banyak mudaratnya, sistem pemilihan direvisi menjadi langsung. Saat itu, pemerintah berharap dapat memangkas praktik kotor sebelumnya. Meski pada kenyataannya, praktik politik uang belum dapat dipangkas.
"Ternyata kalau lewat rakyat itu eceran, sama aja, tambah boros. Sama. Itu eksperimen dari Pilkada kita," jelas Mahfud.
Karenanya, Menko Mahfud berpandangan, apa pun plus dan minusnya Pilkada adalah pilihan rakyat dan ketentuan Undang-Undang berlaku sekarang.
"Jadi apa pun, kita harus laksanakan pemilu rakyat tahun 2020 dengan sebaiknya," tegas Mahfud.
Evaluasi Pilkada Tidak Langsung
Wacana Pilkada Tidak Langsung berkembang usai pernyataan Mendagri Tito Karnavian. Menurut Tito, banyak yang harus dievaluasi bila Pilkada dilangsungkan secara langsung seperti periode sebelumnya.
Sekurangnya, ada dua alasan yang menjadi preseden Mendagri Tito pertama tingginya biaya politik dan kedua potensi konflik di masyarakat.
(mdk/lia)