Menteri-menteri ini dinilai bikin gaduh dan layak di-reshuffle
Reshuffle seharusnya dilakukan berdasarkan kegagalan kinerja atau penyimpangan wewenang yang merusak mekanisme.
Isu reshuffle Kabinet belakangan ramai berhembus. Bahkan, banyak pesan singkat beredar mengenai susunan kabinet baru. Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak ingin didorong-dorong untuk segera melakukan reshuffle.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Ahmad Bakir Ihsan menilai sebetulnya ada beberapa menteri berlatar partai politik (parpol) dan nonparpol yang layak di-reshuffle. "Reshuffle seharusnya dilakukan berdasarkan kegagalan kinerja atau penyimpangan wewenang yang merusak mekanisme good and clean government," kata Ihsan, Senin (4/4)
Pertama dia mencontohkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Hamonangan Laoly. Menkum HAM beberapa waktu lalu memang kerap disorot, terutama dalam penanganan polemik Partai Golkar, Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP). Di mana Menkum HAM dianggap mengeluarkan keputusan yang justru membuat persoalan di internal partai tersebut berlarut-larut.
Kedua Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi. Yuddy disorot terkait beredarnya surat permintaan ke Kemenlu agar KJRI Sydney memfasilitasi koleganya Wahyu Dewanto saat pelesiran ke Sydney, Australia.
"Bocornya surat kementerian untuk koleganya menurut saya menciderai etika birokrasi, apalagi oleh kementerian yang bertanggungungjawab atas reformasi birokrasi," tegasnya.
Tak hanya itu, Jaksa Agung HM Prasetyo, kata Ahmad Bakir, juga layak di-reshuffle. Penegak hukum asal Partai NasDem kerap menuai konflik mulai dari penanganan perkara kasus Bansos Sumut, hingga deponering yang dikeluarkan untuk eks pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. HM Prasetyo dianggap sangat kental nuansa politisnya lantaran berasal dari Partai Nasdem.
Namun, diakui Ahmad Bakir, jika menteri dari kalangan parpol memang sulit di-reshuffle, hal itu dikarenakan faktor koneksitas dan kepentingan politik. "Biasanya menteri parpol agak ribet untuk di-reshuffle karena faktor koneksitas dan kepentingan politik," pungkasnya.
Sedangkan dari kalangan non parpol, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dan Menteri ESDM Sudirman Said layak di-reshuffle karena bisa merusak tatanan pemerintahan Jokowi.
Kedua menteri tersebut dianggap bikin gaduh pemerintahan. Misalnya, Rizal Ramli yang seenaknya mengganti nama kementeriannya, menjadi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya. Bahkan, hal tersebut juga sempat disindir Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Belum lagi mengenai perseteruannya mengenai pembangunan kilang minyak blok Masela dengan Sudirman.
Lalu Menteri ESDM Sudirman Said, yang sempat bikin heboh dengan persoalan kontrak PT Freeport Indonesia. Kebijakan yang dikeluarkannya dianggap tidak melawan hukum. "Dalam konteks itu perlu dievaluasi, karena melampaui dan merusak mekanisme good government," kata Ihsan.