PAN setuju usulan hak angket untuk berhentikan Ahok
Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto mengatakan Undang-undang Pemerintah Daerah telah mengamanatkan pejabat telah berstatus sebagai terdakwa kasus pidana harus segera dinonaktifkan.
Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan setuju dengan usulan penggunaan hak angket karena pemerintah mengembalikan jabatan gubernur DKI Jakarta kepada Basuki T Purnama (Ahok). Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto mengatakan Undang-undang Pemerintah Daerah telah mengamanatkan pejabat telah berstatus sebagai terdakwa kasus pidana harus segera dinonaktifkan.
"Perlu ada yang kita tanyakan kan kepada Pemerintah kenapa Ahok tidak dinonaktifkan sementara undang-undang Pemda kan sudah mengatur," kata Yandri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/2).
Ditambah lagi, pada Desember 2016 lalu, Menteri Dalam Negri Tjahjo Kumolo, telah menyatakan akan menonaktifkan Ahok setelah masa cuti kampanye selesai dijalani. Namun, nyatanya pemerintah justru mengembalikan jabatan Ahok.
"Dulu kan pernah Desember Mendagri akan menonaktifkan setelah cuti. Kemudian serah terima juga kan di masa kampanye harusnya kan kalo enggak hari ini ya kemarin satijabnya kenapa pas masa kampanye. Ahok sudah menjabat sebagai gubernur kembali. Jadi PAN setuju," tegasnya.
Menurutnya, dukungan PAN atas penggunaan hak angket sudah dibahas di internal partai bersama Ketum Zulkifli Hasan. Sikap PAN soal hak angket, katanya, diambil berdasarkan keputusan kolektif. "PAN tuh kolektif kolegial jadi kebersamaan. Pokoknya kalau sudah melangkah itu pasti pasti sudah keputusan kita bersama," tandasnya.
Hak angket, lanjutnya, merupakan hak setiap anggota DPR. Oleh karenanya, PAN menghormati usulan hak angket sebagai tugas kontrol dari kebijakan strategis diambil pemerintah. "Ya itu kan hak yang dimiliki anggota kan. Jadi kalau ada anggota yg berinisiatif menggunakan hak angket ya kita hormati," klaim Yandri.
Yandri menjelaskan, usulan hak angket akan melalui proses panjang. Draf hak angket harus memenuhi syarat dukungan dari 25 anggota DPR dari minimal dua partai berbeda. Draf itu harus disampaikan ke pimpinan DPR untuk kemudian dibahas dalam rapat.
Hasil rapat pimpinan DPR akan ditindaklanjuti dalam rapat badan musyawarah dan akan dibawa ke paripurna untuk diputuskan persetujuan penggunaan hak angket kepada Presiden Joko Widodo. "Tentu prosesnya akan panjang nanti kan. Akan kita sampaikan ke pimpinan DPR kalau sudah memenuhi syarat. Lebih dari 2 fraksi 25 anggota, dengan fraksi berbeda kemudian nanti kalau sampai ke pimpinan fraksi seperti pimpinan DPR nanti akan masukkan dalam rapim, bamus kemudian masukkan ke paripurna," tambahnya.
Beredar kabar, partai-partai pendukung pemerintah akan merapatkan barisan guna menolak penggunaan hak angket. Yandri mengaku tak masalah jika ada partai yang menolak usulan angket. Perdebatan soal hak angket akan menjadi dinamika di parlemen. Pihaknya siap membedah masalah ini dengan berdasarkan UU dan aturan yang berlaku.
"Ya enggak apa-apa. Ini kan bagian dinamika parlemen. Kalau ada yg setuju tidak setuju enggak masalah. Toh publik memang terbelah ada pro kontra ada yamg setuju ada yang tidak setuju. Jadi mari kita bedah," papar Yandri.
"Kalau misalkan nanti di jalankan, semakin banyak perdebatan publik pendapat akan banyak kita dapat. Dari situ ada ruang untuk membedah suatu masalah yang memang menjadi isu publik hari ini," sambungnya.
Anggota Komisi II ini menyarankan, pemerintah tidak boleh pandang bulu untuk memberhentikan pejabat publik yang memiliki masalah hukum dengan vonis hukuman pidana diatas 5 tahun.
"Sebaiknya memang Presiden harus memberhentikan sementara siapapun dia, kita tdk bicara Ahok si A si B tapi siapapun kepala daerah apakah bupati gub walikota terdakwa dengan tuntutan 5 tahun ya tidak boleh pandang bulu, tidak boleh tebang pilih. Sebagai kita sama Dimata hukum tidak boleh terkesan membedakan satu sama lain," pungkasnya.