Parpol Diminta Berbenah, Tak Usung Calon Kepala Daerah Bermasalah Hukum
Karena, jika berstatus tersangka akan menghambat keleluasaan yang bersangkutan untuk sepenuhnya bisa mengikuti setiap tahapan kontestasi pilkada.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengingatkan partai politik tidak mengusung calon kepala daerah yang tersangkut masalah hukum. Sebab, hanya akan menghambat perjalanan dalam mengakomodir aspirasi rakyat.
"Esensi pilkada itu mencari pemimpin yang bisa berdialog dengan pemilih. Kalau calonnya sibuk mengurus masalah hukumnya sendiri, bagaimana dia bisa berdialog dengan pemilihnya," ujar Peneliti Perludem Fadhil Ramdhanil, Senin (24/8).
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
Seharusnya, partai politik lebih selektif memilih calon kepala daerah yang akan diusung maupun didukung. Karena, jika berstatus tersangka akan menghambat keleluasaan yang bersangkutan untuk sepenuhnya bisa mengikuti setiap tahapan kontestasi pilkada.
"Problem mendasar dari fenomena ini ada di partai menurut saya. Karena partai salah satu organ yang punya otoritas mencalonkan kepala daerah," katanya.
"Untuk apa mencalonkan orang yang sedang bermasalah secara hukum, apalagi korupsi dicalonkan sebagai kepala daerah," sambungnya.
Di sisi lain, Fadli mengatakan KPU dan Bawaslu tidak akan bisa berbuat banyak terhadap calon kepala daerah yang berstatus tersangka. Dia mengatakan hanya partai yang bisa mengambil kebijaksanaan untuk menetapkan calon yang bebas dari persoalan hukum.
"Otoritas pencalonan di partai. Partai yang harus berbenah dan menyadari untuk mencari calon yang lebih berintegritas," ujarnya.
Sebanyak 270 daerah akan menggelar Pilkada pada bulan Desember 2020. Namun, sejumlah calon yang diusung partai politik diduga masih bermasalah. Seperti di Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan.
Pasangan Kuryana Azis dan Johan Anuar kembali maju dalam Pilkada OKU (Ogan Komering Ulu) 2020. Petahana ini maju dari PPP dan Gerindra.
Johan Anuar diketahui tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di OKU. Ia sempat menang praperadilan usai ditetapkan polisi sebagai tersangka pada tahun 2018.
Johan kembali ditetapkan tersangka pada kasus serupa pada awal Desember 2019. Namun, gugatan praperadilan yang kembali diajukan Johan ditolak oleh pengadilan. Johan kini dibebaskan dari sel pada 12 Mei karena masa penahanan habis.
Dalam kasus Johan, KPK diketahui telah melakukan supervisi dengan Polda Sumsel yang menangani kasus tersebut. KPK pun sudah mengantongi berkas perkara, barang bukti, dan dokumen pendukung lainnya.
Terkait status Johan, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Sumatera Selatan (Sumsel) menyatakan tetap akan mengusung. Gerindra tidak mempermasalahkan status Johan Anuar yang saat ini menjadi tersangka. Saat ini, DPD hanya tinggal menunggu DPP mengeluarkan Surat Keputusan (SK).
(mdk/rhm)