PDIP buka dialog dengan partai oposisi bahas UU Pemilu usai Lebaran
PDIP buka dialog dengan partai oposisi bahas UU Pemilu usai Lebaran. Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, partai pendukung pemerintah berencana membuka dialog membahas isu-isu krusial RUU Pemilu bersama partai-partai lain.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, partai pendukung pemerintah berencana membuka dialog membahas isu-isu krusial RUU Pemilu bersama partai-partai lain. Rencananya, pertemuan itu akan digelar setelah perayaan hari Raya Idul Fitri. Namun, Hasto tidak merinci lebih jauh kapan pertemuan itu bakal digelar.
"Pemerintah dan parpol pengusung pemerintah membuka ruang kerjasama dan dialog dengan parpol-parpol yang di luar pemerintahan," kata Hasto dalam acara peringatan Haul Bung Karno ke-47 di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/6).
Sebenarnya, kata Hasto, PDIP akan menggelar pertemuan dengan partai-partai oposisi seperti Demokrat dan Gerindra pada Selasa (20/6) malam. Pertemuan itu terpaksa ditunda karena PDIP tengah mempersiapkan acara peringatan Haul Bung Karno ke-47 dan peluncuran buku 'Bung Karno, Islam dan Pancasila'.
"Tadi malam kami merencanakan bertemu dengan partai lain seperti Gerindra dan Demokrat, hanya kami fokus untuk acara ini jadi pertemuan kami tunda. Sebenarnya semangat bersama-bersama cari titik temu sangat kuat," ujarnya.
Oleh karena itu, Hasto menyebut pihaknya ingin memanfaatkan kegiatan halal bihalal sebagai momentum untuk membuka dan menyatukan pemikiran terkait isu-isu krusial Revisi UU Pemilu yang belum mencapai titik temu. Tujuannya untuk mencari jalan terbaik atas mandeknya pengambilan keputusan Revisi UU Pemilu.
"Sehingga tahapan sebelum pertemuan antara Ketua umum, dilakukan pendekatan terlebih dahulu antar Ketua fraksi dan sekjen masing-masing partai untuk mencari formulasi terbaik," tegasnya.
Langkah tersebut dilakukan agar pengambilan keputusan isu-isu krusial Revisi UU Pemilu dilakukan dengan musyawarah mufakat bukan mekanisme voting.
"Kami ingin ada kesamaan pandangan dan ini harus dilakukan bersama. Jangan sampai UU pemilu dimana kedaulatan rakyat ditempatkan sebagai hakim tertinggi nanti dalam praktik diwarnai oleh voting yang kuat kalahkan yang lemah, jangan sampai terjadi," ungkap Hasto.
Terkait sikap soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, PDIP masih konsisten di angka 20-25 persen. Hasto membantah, sikap di angka 20-25 persen itu hanya untuk membatasi hak warga negara mencalonkan diri sebagai presiden.
Dia mengklaim, PDIP ingin adanya penguatan dari sistem presidensil di Indonesia serta meningkatkan kualitas demokrasi.
"Dukungan minimim dalam praktik selama ini adalah 20 persen kursi dan 25 persen suara, ini basis legitimasi yang wajar bagi efektivitas jalannya sistem presidensial itu," klaimnya.
Di isu lain soal sistem pemilu, kata Hasto, PDIP sudah mau mengalah dengan bergeser dari sistem proporsional tertutup menjadi terbuka terbatas. PDIP juga siap berdiskusi soal isu konversi suara.
"Karena itu misal sistem, PDIP terbuka untuk membuka ruang yang mula-mula proporsional tertutup kita geser sesuai dinamika yang ada di lapangan, demikian pula konversi suara ke kursi. Itu memungkinkan dialog," tandasnya.
"Terkait sistem PT ini syarat yang penting untuk dipahami bersama, karena menentukan stabilitas dan efektivitas pengambilan keputusan politik ke depan," sambung Hasto.