Pemilih Golput karena Ideologi sekitar 10 persen, Lebih Banyak Alasan Administratif
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfarabi mengatakan sedikitnya 10 persen masyarakat memilih golput dengan alasan ideologi dan pilihan politik. Selain dua alasan itu, terjadinya golput dikarenakan masalah administrasi dan teknis.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfarabi mengatakan sedikitnya 10 persen masyarakat memilih golput dengan alasan ideologi dan pilihan politik. Selain dua alasan itu, terjadinya golput dikarenakan masalah administrasi dan teknis.
"Kita liat sisi historis memang banyak golput karena sifatnya administrasi dan teknis. Tapi saya menduga golput karena ideologi dan politis itu di bawah 10 persen, majority karena administrasi dan teknis. Seperti pindah zona," ujar Adjie dalam diskusi di Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (23/2).
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.
-
Apa saja yang dipilih dalam Pemilu 2019? Pada tanggal 17 April 2019, Indonesia menyelenggarakan Pemilu Serentak yang merupakan pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD secara bersamaan.
-
Apa yang dimaksud dengan Golput di Pemilu 2024? Golput adalah singkatan dari ‘golongan putih’ atau berarti memilih untuk tidak memilih.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
Kendati tidak menyebutkan persentase golput karena kendala teknis dan administrasi, Adjie menilai hal ini tidak lepas dampak dari penyelenggaraan pemilu secara serentak.
Ia menuturkan, dilakukan pemilu secara serentak yakni pemilihan presiden dan pemilihan legislatif membuat masyarakat tidak memberi perhatian terhadap kualitas para caleg dan partai politik. Bahkan tidak sedikit kader partai politik tidak paham dengan platform kendaraan politik mereka.
"Ada tantangan ini pemilu keputusan yang terlalu berani dan menurut saya di sisi lain kita harus bicara kualitas karena minim sekali muncul. Minim sekali mereka memahami platform partai karena enggak kelihatan," tukasnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Kode Inisiatif, Very Junaidi menuturkan pemilu serentak menjadi tantangan tersendiri menjaga suara rakyat. Pasalnya, selain sosialisasi yang minim dan administrasi yang berbelit-belit, pindah zona bagi masyarakat yang menggunakan hak suaranya juga tidak mendapat porsi lengkap.
Jika di daerah pertama pemilih mendapat lima surat suara, saat pindah zona surat suara untuk pemilihan legislatif tidak diberikan. Hal ini yang menurut Very menimbulkan polemik.
"Paling penting pastikan berapa suara yang diberikan itu diberikan kepada orang-orang yang tepat, misal saya dapat lima di ujung juga harus dapat lima. Kalau saya pindah zona dan hanya mendapat suara untuk pilpres, lalu bagaimana suara pileg di zona awal saya," tandasnya.
Baca juga:
Penjualan Ritel Diyakini Membaik Usai Pemilu Presiden
Anggota DPR Curhat Pemilu Legislatif Minim Perhatian Masyarakat
'Pilih Capres yang Paling Sedikit Buruknya, Jangan Golput'
Saat Pemilu Serentak Tenggelamkan Pamor Caleg dan Parpol
Pemerintah Diminta Genjot Revitalisasi Pasar Rakyat, Perpendek Rantai Distribusi
Ridwan Kamil Yakin Jokowi-Ma'ruf Amin Unggul di Jawa Barat