Perludem sebut calon perseorangan di Pilkada serentak 2018 rendah
Perludem sebut calon perseorangan di Pilkada serentak 2018 rendah. Menurut Titi sangat penting untuk memikirkan kembali aturan syarat pencalonan perseorangan untuk pilkada serentak pada tahun berikutnya. Dengan demikian ada ruang persaingan yang setara dan membuka lebih banyak calon alternatif bagi publik.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memprediksi partisipasi calon perseorangan pada Pilkada serentak 2018 tetap rendah sebagaimana tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari laman resmi KPU RI untuk Pilkada Serentak 2018, per 28 November 2017 data calon perseorangan yang di-input masih tetap minim.
"Situasi ini tidak lain disebabkan oleh tingginya jumlah dukungan yang perlu dipenuhi oleh calon perseorangan," kata Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini saat menggelar diskusi di Media Center Kantor KPU RI, Rabu (29/11).
Hingga saat ini tercatat hanya delapan provinsi yang kedatangan pendaftar bakal calon gubernur dari jalur perseorangan. Mereka tersebar di beberapa daerah seperti Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku Utara, Maluku, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
"Namun baru di Kalimantan Barat, NTB, dan Sulawesi Selatan saja yang berkas pencalonannya sudah dinyatakan memenuhi syarat per 29 November. Untuk daerah lumbung suara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, seperti bisa diduga sebelumnya, sudah dipastikan tidak akan ada bakal calon perseorangan yang ikut Pilgub 2018," paparnya.
Karena itu, menurut Titi sangat penting untuk memikirkan kembali aturan syarat pencalonan perseorangan untuk pilkada serentak pada tahun berikutnya. Dengan demikian ada ruang persaingan yang setara dan membuka lebih banyak calon alternatif bagi publik.
"Kehadiran calon perseorangan harus dilihat sebagai bagian dari kompetisi yang sehat untuk memberikan alternatif pilihan maksimal kepada publik. Karenanya, syarat dukungan minimal harus dibuat moderat sebagaimana pernah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2008 dan UU Nomor 1 Tahun 2015," jelasnya.
Selain itu, pengaturan tata cara dan prosedur pencalonan perseorangan harus dibuat lebih awal dan tidak mepet dengan tahapan Pemilu sehingga ada waktu yang cukup bagi calon perseorangan untuk mengonsolidasikan dan memenuhi syarat dukungan minimal yang disyaratkan dalam UU.
Jika dibandingkan dengan calon dari jalur parpol, jalur perseorangan masih tetap jauh lebih sulit. Calon dari parpol hanya dihadapkan pada proses negosiasi antara partai dalam membangun koalisi pencalonan untuk mencapai 20 persen kursi DPRD.
Sedangkan bagi calon perseorangan negosiasi dilakukan langsung ke warga agar jumlah dukungannya cukup. Termasuk harus berupaya menarik perhatian sekaligus meyakinkan masyarakat untuk memberikan mandat dukungan politik kepada calon perseorangan yang dibuktikan dengan penyerahan salinan KTP.