Poin-poin yang Perlu Diatur dalam Perppu Penundaan Pilkada
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan ada empat hal yang perlu diatur dalam Perppu penundaan Pilkada.
Pemerintah, DPR dan Komisi Pemilihan Umum RI sepakat menunda tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 karena alasan pandemi virus corona atau Covid-19. Sedianya, Pilkada digelar pada 23 September 2020 mendatang.
Menindaklanjuti penundaan tersebut, pemerintah mulai menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) penundaan Pilkada tersebut.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan ada empat hal yang perlu diatur dalam Perppu penundaan Pilkada. Pertama, soal ketetapan waktu bagi KPU dalam mempersiapkan tahapan Pilkada setelah Covid-19 berakhir.
"Misalnya pasal itu berbunyi kurang lebih bahwa setelah pemerintah mengumumkan berakhirnya bencana Covid-19 maka KPU diberikan waktu dua bulan untuk menentukan tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Jadi terbuka," kata Feri saat dihubungi merdeka.com, Senin (6/4).
Menurut Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini Perppu penundaan Pilkada tidak bisa menentukan langsung tanggal, bulan atau tahun penyelenggaraan Pilkada. Sebab, penanganan Covid-19 masih berjalan dan belum diketahui kapan pandemi berakhir.
Kedua, mengenai penentuan pejabat kepala daerah. Lantaran Indonesia dilanda Covid-19, ada sekitar 200 daerah yang harus menunda pemilihan kepala daerah tahun ini. Dengan begitu, akan terjadi banyak kekosongan jabatan setelah periode kepemimpinan kepala daerah terkait berakhir.
Feri menyarankan Perppu penundaan Pilkada mengatur lebih spesifik siapa saja yang bisa mengisi kekosongan jabatan kepala daerah. Mulai dari pejabat setingkat bupati, wali kota hingga gubernur.
"Mungkin perlu dipertimbangkan jabatan apa yang memadai agar pemenuhan pejabat kepala daerah itu bisa dilakukan pemerintah," ujarnya.
Ketiga soal langkah-langkah teknis penyelenggaraan Pilkada. Misalnya dua bulan setelah Covid-19 dinyatakan berakhir, KPU harus sudah mempersiapkan apa saja. Tujuannya, agar waktu yang diatur dalam Perppu tersebut nantinya betul-betul dimanfaatkan dengan baik guna mengoptimalkan penyelenggaraan Pilkada.
Terakhir mengenai kesiapan anggaran. Anggaran merupakan salah satu penentu berjalan atau tidaknya Pilkada. Karena itu, Perppu penundaan Pilkada perlu mencantumkan besaran anggaran yang diperlukan dengan menyesuaikan perkiraan Covid-19 berakhir.
"Kalau kemudian tiba-tiba Covid-19 berakhir di awal 2021 maka tentu realokasi anggaran diperlukan agar tidak terlalu mengkhawatirkan. Tapi kalau berakhir di tengah tahun 2021, anggaran sudah ditentukan bagaimana dengan proses penyelenggaraan Pilkada," jelas dia.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah meminta pembahasan Perppu penundaan Pilkada dilakukan secara transparan. Langkah ini dianggap penting guna mencegah masuknya pasal-pasal tidak penting dan akhirnya merugikan masyarakat.
"Jadi memang harus ada pembahasan secara transparan. Jadi transparansi. Publik akan marah bila peraturan-peraturan yang dibuat itu jauh dari harapan publik," kata Trubus.
(mdk/ray)