Polemik Al Maidah bikin elektabilitas Ahok makin terjun bebas
Polemik Al Maidah bikin elektabilitas Ahok makin terjun bebas. Berdasarkan data LSI, tingkat elektabilitas Ahok-Djarot bulan November 2016 hanya sekitar 24,6 persen. Angka itu jauh menurun jika melihat hasil survei pada bulan Maret 2016 yang mencapai 59,3 persen.
Kasus dugaan penistaan agama yang diduga dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) belakangan ramai menjadi perhatian publik. Bahkan pada Jumat 4 November lalu, ratusan ribu orang dari sejumlah ormas Islam menggelar demonstrasi damai besar-besaran menuntut proses hukum terhadap kasus itu segera dilakukan.
Ahok pun harus berurusan dengan polisi atas polemik surah Al Maidah ayat 51 tersebut. Gubernur nonaktif DKI itu harus menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Mabes Polri, Senin (7/11) lalu.
Secara politik, polemik tersebut ternyata berimbas kepada tingkat elektabilitas Ahok di Pilgub DKI. Hal ini dilihat dari hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI).
Berdasarkan data LSI, tingkat elektabilitas Ahok-Djarot bulan November 2016 hanya sekitar 24,6 persen. Angka itu jauh menurun jika melihat hasil survei pada bulan Maret 2016 yang mencapai 59,3 persen.
"Dari hasil ini memang kita lihat bahwa tren-nya incumbent yaitu Pak Ahok dan Pak Djarot cenderung menurun. Ini sebetulnya sedikit banyak bisa memotret perkembangan terbaru dari isu-isu yang berkembang terutama seputar kasus dugaan penistaan agama dan demo tanggal 4 November kemarin," kata peneliti LSI, Adjie Alfaraby dalam diskusi yang digelar di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (10/11).
Survei dilakukan dari tanggal 31 Oktober hingga November 2016 dengan responden 440 diwawancara secara tatap muka menggunakan metode Multi Stage Random Sampling, dengan margin of error 4,8 persen.
Meski elektabilitas pasangan nomor urut dua itu merosot, angka tersebut masih unggul tipis dibandingkan tingkat keterpilihan dua pasangan cagub dan cawagub lainnya. Saat ini, elektabilitas pasangan Agus-Silvi berada di angka 20,9 persen, sedangkan Anies-Sandi 20,0 persen. Sementara masih terdapat 34,5 persen swing voter.
"Saat ini memang selisih antara Pak Ahok dengan kandidat lainpun sudah sangat tipis. Sehingga dengan asumsi ini memang pertarungan Pilkada DKI ini makin ketat, asumsi pilkada dua putaran juga semakin kuat," kata dia.
Dia mengatakan, salah satu penyebab utama menurunnya elektabilitas Ahok-Djarot adalah berkurangnya jumlah pemilih muslim di ibu kota yang jumlahnya mencapai 90,90 persen.
"Kenapa suara Ahok turun, salah satu nya adalah dari segmen pemilih muslim. Di Oktober kemarin, Ahok di pemilih muslim masih di angka kurang lebih 27 persen, sekarang hanya di angka 18 persen," bebernya.
Adjie Alfaraby mengatakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan Ahok-Djarot dan timsesnya. Pertama adalah strategi Ahok untuk merebut kembali hati pemilih muslim.
"Karena kita lihat dari hasil survei kasus penistaan agama ini sangat dipersepsikan negatif oleh penduduk muslim. Hampir semua penduduk muslim menganggap bahwa itu adalah sebuah kesalahan," katanya.
Menurut Adjie, hal lain yang perlu menjadi perhatian Ahok dan tim suksesnya adalah mengenai status hukumnya. Dia menilai, jika penegak hukum memutuskan Ahok sebagai tersangka atas dugaan penistaan agama, bukan tidak mungkin kesempatan Ahok untuk memimpin ibu kota akan kandas.
"Jika Ahok tersangka, maka peluangnya makin kecil," kata dia.
Lebih lanjut Adjie mengatakan, posisi pasangan Ahok-Djarot dinilai perlu mewaspadai manuver politik pasangan lainnya. Mengingat berdasarkan data yang ada saat ini, elektabilitas Ahok-Djarot unggul tipis yaitu sebesar 24,6 persen, sementara Agus-Silvi 20,9 persen, Anies-Sandi 20,0 persen. Sedangkan sisanya sebesar 34,5 persen masih belum menentukan pilihannya.
"Tergantung gerakan kompetitor pasangan Agus dan Anies. Seberapa besar mereka mampu mengoptimalkan," katanya.
Tren merosotnya elektabilitas calon petahana ini sudah dapat dilihat dari survei LSI sebelumnya. Pada awal Oktober lalu, LSI merilis hasil surveinya. Alhasil, elektabilitas Ahok-Djarot terus mengalami penurunan.
Saat itu, Adjie Alfaraby mengatakan berdasarkan catatan survei yang dilakukan sejak Maret sampai Oktober 2016 elektabilitas Ahok terus merosot. Pada Maret silam, elektabilitas Ahok mencapai 59,3 persen. Namun pada Oktober turun menjadi 31,4 persen.
"Survei Maret 2016 elektabilitas Ahok mencapai 59,3 persen. Tapi pada survei Oktober 2016 elektabilitas Ahok turun jadi 31,4 persen," kata Adjie di Kantor LSI, Jakarta, Selasa (4/10).
Selain elektabilitas, daya tarik Ahok di mata warga Jakarta ikut-ikutan merosot. Dijelaskan Adjie, dari hasil survei Maret 2016, kesukaan masyarakat Jakarta terhadap gaya kepemimpinan Ahok mencapai 71,3 persen.
"Namun pada survei Oktober 2016 kesukaan masyarakat terhadap Ahok menjadi 58,2 persen," ujar Adjie.
Dia menjelaskan alasan elektabilitas ataupun kesukaan masyarakat terhadap Ahok terus turun. Di antaranya, isu kebijakan perihal penggusuran di beberapa wilayah di Jakarta dan kebijakan reklamasi teluk.
Kemudian isu personal menyangkut karakter Ahok yang kasar, congkak dan tidak konsisten. Selanjutnya, isu primordial di mana sebagian warga Jakarta menolak dipimpin oleh agama nonmuslim dan perbedaan etnis.
"Keempat ada alternatif cagub yang fresh yaitu Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono," pungkas Adjie.