Politikus PDIP Soal Amien Rais Sebut Jokowi Rezim Otoriter: Mungkin Beliau Kesepian
Politikus PDIP, Andreas Hugo Pareira menanggapi apa yang disampaikan tidaklah benar jika Jokowi sedang menjalankan sistem otoritarianisme.
Politisi senior Amien Rais kembali mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan menyebutkan Jokowi sedang menjalankan praktik politik otoritarianisme yang mengubah esensi demokrasi di Indonesia.
Terkait pernyataan Amien itu, politikus PDIP, Andreas Hugo Pareira menanggapi apa yang disampaikan tidaklah benar jika Jokowi sedang menjalankan sistem otoritarianisme.
-
Mengapa Budi Arie menilai Jokowi pantas menjadi Wantimpres? Menurutnya, Jokowi masih sangat terlalu muda untuk pensiun mengingat usianya yang baru menginjak 63 tahun."Ya layak dong, kan beliau masih terlalu muda untuk pensiun. Masih muda, umur 63," kata Budi Arie, kepada wartawan di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (10/9).
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Siapa yang meminta tanda tangan Presiden Jokowi? Pasangan artis Vino G Bastian dan Marsha Timothy kerap disebut sebagai orang tua idaman. Pasalnya demi impian sang anak, Jizzy Pearl Bastian, pasangan orang tua ini rela melakukan segala cara.
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Apa yang dikatakan Budi Arie tentang peluang Jokowi menjadi Wantimpres? Budi Arie tak setuju kalau Jokowi dianggap hanya sebatas punya peluang untuk menjadi Wantimpres Prabowo-Gibran di kabinet baru nanti. Dia menyebut, Jokowi sudah layak untuk menjadi bagian dari Wantimpres. "Jangan peluang dong, kalian memangnya... Ya, pokoknya ini kan semua jalan politik persatuan untuk kemajuan," jelas dia.
"Kalau Jokowi sedang mempraktikkan sistem otoritarianisme, Amien Rais sudah lama 'hilang', tidak terdengar lagi suaranya. Buktinya, Pak Amien masih bisa mengkritik pemerintahan Jokowi, dan Jokowi tenang-tenang saja," katanya saat dihubungi merdeka.com, Minggu (16/8).
Atas hal itu, dia melihat apa yang disampaikan Amien Rais hanyalah untuk mencari perhatian masyarakat dengan membuat pernyataan kontroversial.
"Mungkin beliau, Pak Amien Rais kesepian sehingga membuat statement-statement yang kontroversial agar diperhatikan publik," ujarnya.
Pernyataan Amien
Perlu diketahui, Politisi senior Amien Rais menyebutkan era kepemimpinan Presiden Jokowi semakin menunjukan pola-pola otoriterisme dalam menjalankan pemerintahannya, dengan membanting esebsi demokrasi.
Hal itu disampaikan Amien melalui chanel youtube amienraisofficial, dengan judul 'Pilihan Buat Pak Jokowi: Mundur Atau Terus', seri 4 'Otoriterisme Makin Pekat, Sabtu (15/8).
"Indonesia di zaman Jokowi tidak sendirian dalam membanting demokrasi sehingga berubah esensi. Beberapa negara di Asia, Amerika Latin, dan Afrika menunjukkan kemiripan dalam menjalankan pemerintahan yang demokratis pada awal mulanya. Kemudian berubah menjadi otoriterisme tak terkecuali di Indonesia," kata Amien.
Amien mengatakan perubahan itu terlihat pada awal mula kuartal satu, dua atau tiga Jokowi menjadi presiden rakyat umumnya percaya akan perubahan yang signifikan, namun perlahan kepercayaan itu cepat kandas.
Kemudian, Amien menyertakan data dari The Economist Intelligence Unit soal Indeks Demokrasi 2018 yang menyurvei 167 negara berdasarkan kebebasan politik dan sipil. Skor tertinggi 10 berdasarkan 5 kriteria. Di atas 8 demokrasi penuh, di bawah 4 rezim otoriter.
Dari data tersebut ada, enam negara yang ditunjukkan ialah Korea Utara (1,08), Suriah (1,43), Chad (1,50), Republik Afrika Tengah (1,52), Republik Demokratik Kongo (1,61), dan Equatorial Guinea (1,81). Tetapi dari enam negara tak ada dan tak disebutkan posisi Indonesia.
"Hanya saja di Indonesia, otoriterisme itu jauh lebih parah. Kita menyaksikan pada kuartal pertama Jokowi jadi presiden, pada awalnya rakyat umumnya percaya akan ada perubahan signifikan bagi kehidupan rakyat. Namun harapan itu cepat kandas. Mengapa?" ujar Amien.
"Karena politik pencitraan (image building) terus saja dilakukan oleh Jokowi sambil terus melakukan janji sosial, politik, ekonomi, dan hukum yang terdengar merdu di telinga kebanyakan rakyat Indonesia. Dalam literatur politik, Jokowi cukup lihai memainkan politik yang penampilannya itu demokratis tapi substansinya intinya otoriter," imbuhnya.
Menurutnya, Jokowi menjalankan demokrasi liberal, di mana kebebasan berbicara, berpendapat, dan juga berkumpul mulai dicurigai. Namun orang- orang di belakang Jokowi membentuknya seraya sosok demokrasi populis.
"Jokowi terbuai dengan puja-puji pendukungnya. Para sycophants (penjilat) itu dapat meyakinkan mantan Wali Kota Solo yang 'terbaik di dunia' itu benar-benar dicintai rakyat sampai batas yang sangat jauh sampai dia berani mengatakan 'Aku adalah Pancasila'," kata Amien.
"Untuk menopang persangkaannya itu yang keliru. Jokowi menemukan sejumlah penjilat yang memang diperlukan seorang pemimpin bilamana seorang pemimpin sedang membangun otoriterisme," tambahnya.
Dalam menggambarkan hal itu, Amien menerangkan cerita saat Firaun melawan Nabi Musa AS. Dimana Firaun menjanjikan posisi penting bagi orang sekelilingnya jika membawanya pada kemenangan. Amien bicara hal ini sembari menampilkan Surat Al-Araf ayat 113 dan 114.
"Hal ini mengingatkan cerita abadi tatkala Firaun mau beradu kekuatan dengan Musa AS. Para petinggi sihir yang mengerumuni Firaun bertanya 'apa kiranya yang akan kita peroleh bila kami berhasil memenangkan Baginda Firaun?'. Jawab Firaun, 'Pasti kalian akan mendapat posisi penting di sekitarku'. Ini Al-Araf 113. Saya baca aslinya. Jadi mereka bertanya, nanti kita peroleh kemenangan, Raja Firaun, apa yang akan kami peroleh? Maka Firaun mengatakan, 'Pasti akan menjadi orang dekat sekelilingku'," kata Amien.
Menurutnya, dalam sistem otoriter, maka sistem checks and balances dalam demokrasi akan dimatikan. Amien mengatakan trias politika yang jadi fondasi demokrasi dimatikan.
"Lembaga legislatif dijadikan lembaga stempel sang otokrat yang sudah jadi penguasa puncak eksekutif. Sementara lembaga yudikatif tak boleh merusak orkestra politik yang sudah dirancang oleh sang otokrat. Nah, penghalang atau penghancuran hukum, secara efektif dihancurkan penegak hukum sendiri. Sehingga obstruction of justice menjadi lebih bahaya lagi, yaitu menjadi desctruction of justice, yaitu penghancuran keadilan. Tipikal otoritarianisme ini sepenuhnya dipraktikkan oleh rezim Jokowi," ujarnya.
Dia mengatakan 'tangan masyarakat' yang tak sejalan dengan rezim akan dipangkas. Menurutnya rezim otoriter Jokowi makin kuat.
"Tangan rezim otoriter sangat ringan memangkas tangan masyarakat yang tak sejalan dengan kemauan rezim yang sesungguhnya immoral dan ilegitimate. Tetapi, berdasarkan contoh nasib rezim otoriter di dunia, otoriterisme atau otoritarianisme pasti akan ambruk. Makar politik sebuah rezim otoriter tak ada artinya dengan makar Allah SWT. Sayang sekali rezim otoriter rezim Jokowi bukannya makin lemah sehingga demokrasi kita yang sudah terengah-engah makin berdaya. Otoriterisme Jokowi makin kuat dan pekat. Sayang sekali," ucapnya.
(mdk/fik)