Politisi Demokrat sebut PDIP tidak siap berkuasa mengelola negara
Partai Demokrat membalas tudingan Ketua DPP PDIP Komaruddin Watubun soal Susilo Bambang Yudhoyono mencari belas kasihan dengan menyebut ada aparat tak netral di Pilkada. Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon menilai, tanggapan Komarudin terkait kritik SBY keluar dari konteks.
Partai Demokrat membalas tudingan Ketua DPP PDIP Komaruddin Watubun soal Susilo Bambang Yudhoyono mencari belas kasihan dengan menyebut ada aparat tak netral di Pilkada. Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon menilai, tanggapan Komarudin terkait kritik SBY keluar dari konteks.
Tanggapan Komaruddin itu, kata Jansen, menunjukkan ketidaksiapan PDIP sebagai partai penguasa untuk mengelola negara.
-
Kenapa PDIP bisa menjadi partai pemenang Pemilu 2019? PDIP berhasil menarik pemilih dengan agenda-agenda politiknya dan berhasil meraih kepercayaan masyarakat. Dengan perolehan suara yang signifikan, PDIP memperoleh kekuatan politik yang kuat dan pengaruh yang besar dalam pemerintahan.
-
Kapan PDIP menang di pemilu 2019? Partai pemenang pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase 19.33% dari total suara sah yang diperoleh.
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Kenapa PDIP menang di pemilu 2019? Kemenangan ini juga menunjukkan bahwa citra dan program kerja yang ditawarkan oleh PDIP dapat diterima oleh masyarakat luas.
-
Bagaimana PDIP bisa menang di pemilu 2019? PDIP berhasil meraih kemenangan yang signifikan dalam pemilu 2019 dan menjadi partai pemenang dengan persentase suara tertinggi, menunjukkan popularitas dan kepercayaan yang dimiliki oleh partai ini di mata masyarakat Indonesia.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
"Tidak siap jadi partai yang ngelola negara memang PDIP ini. Menjelaskan persoalan netralitas saja jawabannya lari kemana-mana," kata Jansen saat dihubungi merdeka.com, Senin (25/6).
Jansen menegaskan, pernyataan SBY soal keterlibatan alat negara di Pilkada merupakan sebuah fakta di lapangan. SBY, kata dia, merupakan sosok yang terukur dan hati-hati sehingga tidak asal bicara.
"Yang disampaikan pak SBY itu sepenuhnya fakta yang didengar dan disampaikan langsung ke beliau. Dan publik juga sudah paham kok, DNA politik pak SBY ini selalu bicara terukur dan hati-hati," tegasnya.
Apalagi sebagai mantan Presiden dan jabatan tinggi lain di pemerintahan, menurut Jansen, SBY pasti memiliki data sebelum menyampaikan keterangan di ruang publik.
"Tidak pernah tanpa data berbicara ke publik. Sebagai mantan Presiden dan 30 tahun jadi tentara sampai Menkopolhukam, dan lain-lain, pasti semua ada data dan informasinya. Bukan ujug-ujug bicara ke publik," ujar Jansen.
Dia mencontohkan, SBY pernah mengingatkan soal dugaan ketidaknetralan aparat di Madiun, Jawa Timur pada (18/6) lalu. Tak lama berselang, muncul berita soal mutasi Wakapolda Maluku Brigjen Hasanuddin lantaran diduga mendukung mantan Dankor Brimob yang kini Calon Gubernur Maluku Murad Ismail.
"Apa yang kemudian terjadi? Dalam hitungan hari saja terbongkar ke publik Wakapolda Maluku terlibat dan berpihak ke salah satu calon Gubernur, yang kemudian membuatnya dicopot oleh Kapolri," ungkapnya.
"Apa coba namanya itu kalau bukan aparat negara tidak netral dalam Pilkada kali ini. Itu yang harusnya dijawab Komarudin dan PDIP," sambungnya.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Komaruddin Watubun mengatakan kritik Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal aparat tidak netral bermuatan politis demi kepentingan Demokrat di Pilkada. Sebab, elektabilitas pasangan calon kepala daerah yang diusung Demokrat rendah di sejumlah lembaga survei.
"Dengan melihat makin tajamnya serangan Pak SBY ke Pak Jokowi, Saya yakin bahwa apa yang dipikirkan Pak SBY dalam pilkada, bukan lah kepentingan bangsa dan negara, namun lebih kepentingan Partai dan keluarganya," kata Komaruddin melalui keterangan tertulis, Minggu (24/6).
"Lebih pada persoalan bagaimana AHY dan Ibas yang diklaimnya sebagai keturunan Majapahit, lalu begitu jago yang diusung di pilkada elektabilitas rendah, tiba-tiba salahkan penggunaan alat-alat negara," sambungnya.
Baca juga:
Prabowo bertemu Zulkifli Hasan bahas capres dan cawapres
Pilpres 2019 disebut hanya tinggal perebutan kursi Cawapres
Prabowo buka sumbangan donasi untuk Pilpres, ini aturan dari KPU
Jokowi diminta tak tunjuk Ketum parpol jadi Cawapres, ini alasannya
Prabowo: Mau usaha susah, kredit nggak dikasih, terpaksa minta bantuan rakyat
JK sebagai figur Cawapres kuat, tapi Capres lemah