RUU Terorisme diketok, Polri makin garang atau abuse of power?
Undang-Undang ini dikhawatirkan membuat polisi bisa main tangkap tanpa bukti yang jelas terhadap terduga teroris. Tak menutup kemungkinan juga, karena UU ini akan semakin banyak tragedi salah tangkap oleh aparat penegak hukum.
Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tak cuma menuai tarik menarik di pemerintah dan DPR. Proses revisi yang sudah berjalan sejak 2016 ini juga menjadi sorotan koalisi masyarakat sipil yang peduli akan HAM.
Undang-Undang ini dikhawatirkan membuat polisi bisa main tangkap tanpa bukti yang jelas terhadap terduga teroris. Tak menutup kemungkinan juga, karena UU ini akan semakin banyak tragedi salah tangkap oleh aparat penegak hukum.
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Dimana serangan teroris terjadi? Serangan tersebut terjadi di gedung teater Crocus City Hall yang berlokasi di Krasnogorsk, sebuah kota yang terletak di barat ibu kota Rusia, Moskow.
-
Kenapa Ditjen Polpum Kemendagri menggelar FGD tentang penanganan radikalisme dan terorisme? Direktorat Jenderal (Ditjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Fasilitasi Penanganan Radikalisme dan Terorisme di Aula Cendrawasih, Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah, Rabu (23/8).
-
Apa yang dimaksud dengan revisi UU ITE jilid II? Revisi UU ini dikarenakan masih adanya aturan sebelumnya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat.
-
Apa yang dirayakan di Hari Peringatan dan Penghargaan Korban Terorisme? Tujuan diadakannya peringatan ini untuk menghormati serta mendukung para korban terorisme serta melindungi hak asasi manusia.
Sekretaris Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani khawatir, definisi terorisme yang sedang dirumuskan oleh pemerintah dan DPR membuat penegak hukum abuse of power.
"Soal definisi ini menjadi penting karena Terorisme itu masih harus diturunkan dalam bentuk-bentuk tindakan yang memang memenuhi unsur-unsur pidana. Hal yang paling sederhana misalnya, memiliki relasi dalam bentuk komunikasi personal dengan teroris, apakah dikategorikan juga sebagai teroris? Atau mendukung tindakan terorisme? Masih absurd sampai di situ," kata Julius kepada merdeka.com, Kamis (17/5).
Perdebatan definisi Terorisme sempat membuat revisi UU ini mangkrak. DPR awalnya ingin memasukan unsur politik dalam definisi itu. Tapi pemerintah menolak. Hingga akhirnya, disepakati pada pertemuan pimpinan parpol pendukung pemerintah dengan Menko Polhukam Wiranto pada Senin (14/5) kemarin.
Unsur politik artinya, seorang pelaku kejahatan bisa dikategorikan sebagai terorisme jika merusak obyek vital strategis, menimbulkan ketakutan yang massif, untuk mencapai tujuan tertentu utamanya di bidang politik.
Julius juga mengkritik pelibatan TNI. Dia khawatir akan ada tumpang tindih kewenangan antara Polri dan TNI dalam pemberantasan tindak terorisme.
"Belum lagi soal tumpang tindih dan saling silang tupoksi Polri dan TNI. Polri masuk ke ranah War Model, sementara TNI masuk ke koridor Criminal Justice System. Eksesnya ke banyak hal, mulai dari potensi penyiksaan, salah tangkap, overkriminalisasi, rekayasa kasus dan lain-lain," kata dia lagi.
Di undang-undang terorisme yang baru ini, akan dibuat perluasan pidana materil. Poin pasal pidana materil ini digunakan untuk mentersangkakan seorang napi terorisme jika diindikasikan melakukan persiapan perbuatan untuk meneror.
Julius menyayangkan, DPR dan pemerintah terkesan memaksaan agar revisi ini segera disahkan Juni bulan depan. Menurut dia, harusnya DPR dan pemerintah membuka ruang bagi publik untuk diskusi dan memberikan solusi terkait UU ini.
Julius merasa, UU ini akan membuat Polri menjadi abuse of power. Bahkan parahnya, merusak hukum ketatanegaraan.
"Itulah kesesatan berpikir Pemerintah dan DPR. Bukannya justru membuka ruang publik seluas-luasnya dan menerima masukan sebanyak-banyaknya. Tapi menargetkan hanya dari segi waktu saja. Bukan substansi. Apalagi sampai ada ancaman Perppu dan diskursus soal parsialitas HAM. Ini konyol sekali," kata Julius lagi.
Dalam revisi ini, tahanan bisa ditahan selama tujuh hari sejak ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dugaan terorisme. Setelah tujuh hari, aparat bisa mengajukan penambahan masa tahanan menjadi 14 hari.
Masa tahanan tersangka terduga teroris sampai tingkat Mahkamah Agung (MA) mencapai 770 hari. Masa tahanan itu, lebih lama dibandingkan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun, setelah mendapat putusan yang bersifat in kracht, masa tahanan terpidana teroris tersebut dipotong selama 770 hari masa proses pemeriksaan dan peradilan.
"Iya (Abuse of power). Termasuk merusak sendi ketatanegaraan dalam konteks penegakan hukum," tutur dia.
Dibahas secara komprehensif
Sekjen PKB Abdul Kadir Karding menekankan, UU Terorisme yang baru ini sudah dibahas dengan sangat komprehensif. Sehingga, masyarakat diminta tak perlu khawatir ada penyalahgunaan wewenang dari aparat ketika UU ini disahkan.
Karding menjelaskan, di UU itu sudah ada kategori kewenangan aparat. Termasuk jenis tindak pidana terorisme, cara penyidikan dan beracara sudah diatur.
"Tetapi catatan soal itu juga harus diakomodasi dalam RUU atau Perpres atau PP yang menjadi aturan opersional UU nantinya," kata Karding saat dihubungi merdeka.com.
Menurut Karding, perlu didorong tentang jenis cyber terorisme juga harus masuk. Di samping pelibatan masyarakat dalam pencegahan dan deradikalisasi dan post radikal mesti dilibatkan.
Dia mengatakan, revisi UU ini akan selesai dibahas bulan ini juga. "Rencana Mei mesti sudah selesai," kata dia.
Baca juga:
Penjelasan Moeldoko soal TNI dilibatkan berantas teroris
Pekan ini, pemerintah bahas payung hukum pantau WNI pulang dari Suriah
TNI dinilai tak perlu dilibatkan dalam berantas terorisme
Massa Geranat desak DPR segera sahkan UU Antiterorisme
Prabowo sebut Gerindra setuju TNI dilibatkan dalam memerangi terorisme
Wiranto: Dengan UU Terorisme baru, aparat keamanan punya keluasaan menanggulangi
Bertemu dai muda, Wiranto sampaikan DPR ketok revisi UU Terorisme pekan ini