Seknas Jokowi: Awas, teror dan kecurangan marak di pilpres
"Yang kedua adalah teror, menciptakan ketakutan-ketakutan sehingga memperbanyak potensi masyarakat bingung."
Hilmar Farid dari Sekretariat Nasional Jokowi, Jumat siang 4 Juli 2014 memberikan penjelasan pers kepada wartawan tentang temuan tim investigasi relawan pemenangan calon presiden Jokowi - JK di 21 Provinsi di Indonesia. Investigasi yang dilakukan selama bulan Juni 2014, fokus memantau perimbangan politik, persoalan-persoalan administratif dan potensi pelanggaran dan kecurangan-kecurangan yang terjadi.
"Beberapa hari menjelang pemilihan presiden 9 Juli yang akan datang, di tingkat akar rumput tampak dukungan masyarakat bawah yang cukup luar biasa terutama di daerah Aceh, Kalimantan Barat, Bangka-Belitung, Bali dan Sulawesi Selatan," papar Hilmar Farid menggarisbawahi temuan-temuan di daerah.
"Peran pesohor, artis, tokoh masyarakat yang sering disebut sebagai social influencer akan sangat menentukan pilihan bagi pemilih-pemilih yang belum menentukan pilihan," kata Fay panggilan Hilmar Farid menyikapi maraknya dukungan pesohor di berbagai media sosial dan media televisi.
"Ada tiga karakteristik model serangan dari pihak kompetitor dalam kampanye pemilihPilprean presiden kali ini, yang pertama hadir dalam bentuk mobilisasi, termasuk di dalamnya membagi-bagikan uang ke wilayah-wilayah yang padat potensi pemilih, hingga mobilisasi rumor hingga berbagai bentuk kampanye hitam bisa berdengung di dalam obrolan-obrolan rakyat di warung kopi. Yang kedua adalah teror, menciptakan ketakutan-ketakutan sehingga memperbanyak potensi masyarakat bingung dalam menentukan pilihan. Yang ketiga adalah manipulasi, termasuk di dalamnya menggunakan DPT, surat pemilih palsu, sisa suara, hingga pencoblosan secara sistematis oleh KPPS," kata Fay menjelaskan tentang model kecurangan yang hingga kini begitu kuat dilancarkan oleh kompetitor.
"Tetapi semua model kecurangan itu apakah bisa menandingi tumbuhnya lebih dari 3000 organisasi relawan yang tersebar di seluruh Indonesia. Orang menganggap mungkin kekuatannya berserakan. Tetapi antara keinginan jutaan massa dengan keinginan segelintir penguasa akan sangat ditentukan siapa pemenangnya dalam pemilu nanti," kata Fay.
Peneliti Sosial Don K. Marut, turut memberikan penjelasan tentang tanggapan masyarakat terhadap begitu kuatnya kampanye hitam. Don mengatakan "Awalnya mungkin kalangan santri yang disasar oleh tabloid dengan kampanye hitam ini sedikit terpengaruh dengan isinya yang begitu gencar dengan sentimen-sentimen yang diperkirakan akan mengusik kesantrian mereka. Tetapi yang tidak disadari oleh pelaku kampanye hitam, kampanye hitam mungkin hanya berlaku buat santri yang belum akil balik, bagi yang sudah melewati pendidikan dasar kalangan santri pasti merasa dilecehkan dengan tabloid-tabloid fitnah yang justru menganggap kalangan santri sebagai kelompok masyarakat yang dianggap rendah tingkat intelektualitasnya," sindir Don.
"Terima kasih kepada tabloid Obor Rakyat yang justru akhirnya membangkitkan nalar kritis masyarakat santri," papar Don dengan optimis.
Terakhir ada sebuah anekdot dari akar rumput di wilayah Jember yang diceritakan oleh Fay,
" Di Jember rakyat dicekoki informasi kalau Jokowi kristen lah dan sebagainya. Awalnya masyarakat terpengaruh dan bingung mau memilih. Tetapi setelah berdialog dengan relawan-relawan yang datang dari pintu ke pintu, rakyat yang semua terhasut kemudian memilih Jokowi dengan berkata, kalau begitu kami pilih Jokowi saja walaupun dia Kresten," kontan yang mewawancarai orang itu langsung tersenyum simpul. (skj)