Sindiran Sekjen Golkar di tengah ketidakpastian nasib Dedi Mulyadi
Sindiran Sekjen Golkar di tengah ketidakpastian nasib Dedi Mulyadi. Di tengah ketidakpastian Dedi diusung sebagai Cagub Jabar, Sekjen Golkar Idrus Marham mencetuskan pernyataan bernada menyindir. Menurut dia, banyak kader yang ketika tak dicalonkan di Pilkada memilih pindah partai.
Nasib Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi di Pilgub Jawa Barat 2018 masih belum jelas. Padahal, awal tahun 2017 lalu, posisi Dedi Mulyadi hampir tak tergantikan bakal diusung Partai Golkar sebagai Cagub Jabar.
Di tengah ketidakpastian Dedi diusung sebagai Cagub Jabar, Sekjen Golkar Idrus Marham mencetuskan pernyataan bernada menyindir. Menurut dia, banyak kader yang ketika tak dicalonkan di Pilkada memilih pindah partai.
"Dalam realitas, kita lihat begitu banyak teman-teman yang kepentingannya tidak terpenuhi, pindah partai," kata Idrus saat membuka acara Diklat Komunikator Partai Golkar di The Sultan Hotel, Kamis (7/9).
Saat ini Golkar tengah mempertimbangkan dua nama di internal untuk diusung sebagai calon gubernur Jawa Barat. Selain nama Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi, ada juga nama Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.
"Begitu tidak dicalonkan jadi calon gubernur, calon bupati, calon walikota, calon wakil walikota, tiba-tiba cari lagi tiket-tiket lain. Begitu tidak diterima di situ pindah lagi, begitu jadi wali kota pindah lagi ke partai lain. Mungkin mereka berpartai bukan berdasar cita-cita dan ideologi tapi untuk kepentingan diri dan sangat pragmatis," kata Idrus.
Idrus memang tak menyebutkan detil maksud pernyataan tersebut tertuju untuk siapa. Namun gayung pun bersambut, Dedi Mulyadi menjawab sindiran Idrus dengan menohok. Menurut Dedi, para kader yang loncat partai pasti memiliki alasan yang kuat.
"Harus kita hormati ya tidak boleh loncat partai. Tetapi kan loncat partai itu kan memiliki alasan," kata Dedi ketika ditemui di Jakarta, Kamis (7/9).
Menurut dia, apabila ada kader yang loncat partai seharusnya Partai Golkar juga bersama-sama memberikan fasilitas yang nyaman kepada kader. Ruang organisasi, kata dia, semakin dibuka serta komunikasi politik semakin di bangun.
"Lalu kesejahteraan politiknya makin mantap. Kemudian mengedepankan kader-kader yang militan," jawab Dedi.
Soal nasibnya di Pilgub Jabar, Dedi pun tak mau berandai-andai. Termasuk posisinya yang terancam diambilalih oleh Ridwan Kamil.
"Kan tidak boleh mengandai-andai saya bukan pengkhayal. Saya pekerja," kata Dedi.
Dengan sedikit merendah, dia tetap optimis walaupun Partai Golkar belum memberikan keputusan.
"Saya selalu optimis. Walaupun saya orang desa orang kampung. Kalau bukan orang kampung bayangin bisa diundang ke sini, saya sarjana S1," kata Dedi usai menghadiri Kuliah Umum di program Pascasarjana UNUSIA Jakarta, sekaligus sebagai keynote speaker dengan Tema 'Dialog Agama & Budaya Nusantara dalam Dunia Aristektur'.
Di sisi lain, Partai Golkar memang tengah dilanda kisruh internal jelang menghadapi Pilkada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Ketua DPD Partai Golkar NTT, Ibrahim Agustinus Medah 'lompat pagar' ke Partai Hanura.
Medah memilih 'lompat pagar' ke Partai Hanura karena menilai kebijakan partai berlambang Pohon Beringin itu tidak melihat mekanisme pencalonan Gubernur NTT sedang berproses di tubuh partai.
"Sejak Kamis (24/8) saya sudah nyatakan mundur dari Partai Golkar dan hari ini (Jumat, 25/8) saya nyatakan menjadi anggota Partai Hanura," kata Medah.
Medah menilai, keputusan DPP Partai Golkar yang menetapkan kader partai atas nama Melki Laka Lena sebagai bakal calon Gubernur NTT periode 2018-2023 berada di luar mekanisme dan peraturan organisasi Partai Golkar.
Padahal, kata Medah, pemberian diskresi DPP Partai Golkar kepadanya untuk memimpin DPD Partai Golkar NTT hingga tiga kali berturut-turut, karena Golkar mempersiapkan dirinya menjadi calon gubernur NTT pada Pilkada 2018.
Bahkan diskresi yang diberikan itu diikuti dengan penandatanganan pernyataan yang dilakukannya dan diketahui pula oleh DPP Partai Golkar.
"Isi pernyataan antara lain menyatakan saya akan meletakan jabatan jika kalah dalam Pilgub. Nah sekarang DPP sudah putuskan calon lain maka saya memilih meletakan jabatan dan hengkang dari Golkar," katanya menegaskan.
Baca juga:
Sekjen Golkar: Elektabilitas Dedi Mulyadi naik, Ridwan Kamil stagnan
PKB sodorkan 3 nama kader ke Ridwan Kamil untuk dipilih jadi cawagub
Dedi Mulyadi sebut ulama Purwakarta yang menolaknya jadi Cagub Jabar politis
Posisi Cagub Jabar dari Golkar diancam Ridwan Kamil, ini respons Dedi Mulyadi
Dedi Mulyadi: Golkar hati-hati putuskan Pilgub Jabar, saking sayangnya sama saya
Belum pasti dukung Ridwan Kamil, PPP kirim sinyal bikin poros baru
Galang dukungan di Pilgub Jabar, Ridwan Kamil ingin bertemu SBY
-
Siapa yang diusung Partai Golkar menjadi Cagub Jabar? Partai Golkar mengusung mantan bupati Purwakarta Dedi Mulyadi maju menjadi calon gubernur Jawa Barat pada Pilkada 2024.
-
Apa komitmen PKB terkait Pilgub Jabar? PKB sudah lama berkomitmen mengambil poros yang berlawanan dengan Ridwan Kamil. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKB Syaiful Huda membeberkan bahwa partainya berkomitmen untuk selalu memilih poros yang berlawanan dari Ridwan Kamil.
-
Kapan Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
-
Bagaimana Dedi Mulyadi akan mencari pasangan untuk Pilgub Jabar? "Pak Airlangga berpesan ke saya, jangan terlalu jauh kalau main dari luar rumah, jangan melewati Jawa Barat, harus berada di wilayah Jawa Barat. Kemudian nanti cari pasangan di Golkar yang sesuai dengan kriteria sebagai calon istri (wakil) yang baik," kata dia.
-
Apa yang didiskusikan Dedi Mulyadi dan pengurus Golkar di pertemuan tersebut? Kita tadi sudah berdiskusi banyak. Intinya bahwa kita mendukung Pak Dedi Mulyadi untuk menjadi calon gubernur di Jawa Barat.
-
Kenapa Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.